Jakarta (ANTARA News) - H. Yuri H.R. tidak pernah pernah menyangka bila keikutsertaannya dalam sebuah pameran produk KUKM di Surabaya, Jawa Timur, tujuh tahun silam akan mengubah total kehidupan bisnisnya.

Sebelumnya pria asli Kalimantan Selatan, itu harus menempuh perjalanan 180 km dari Barabai, tempatnya bermukim, ke pusat kota Banjarmasin untuk menjual langsung peci haji buatannya dari toko ke toko.

Setidaknya lima kabupaten dilalui pria 44 tahun itu dengan menggunakan sepeda motor tua demi mendapatkan pasar bagi produknya. Bila nasib sedang mujur, dalam sehari ia bisa mengantongi paling banyak Rp100 ribu dari hasil menjual 20 peci buatannya.

Namun, bila dewa fortuna sedang terbang menjauh, Yuri kerap kali harus berbesar hati; pulang dengan tangan hampa. "Namanya juga usaha," kata ayah tiga anak itu.

Angin segar semakin kencang menerpanya pasca-mengikuti pameran produk KUKM di Surabaya pada 2002. Pria itu tidak lagi harus berpeluh memasarkan produknya. Para pemasok tetapnya sudah mengantri bahkan inden untuk menjualkan produk buatannya hingga ke ujung dunia.

Tidak tanggung-tanggung dijemput langsung di depan pintu rumahnya. "Asal akses pasar dan target konsumen sudah jelas, bisnis ditanggung lancar," katanya.

Pengalaman berpameran itu menjadi modal baginya untuk sedikit membuka celah pasar. Pelan tapi pasti usahanya semakin berkembang, dari semula hanya dikerjakan berdua dengan sang istri perlahan ia merekrut tenaga kerja.

Yuri tak bosan-bosannya untuk mengikuti pameran produk KUKM dari satu tempat ke tempat lain. Dan kini, dalam sebulan ia memproduksi lebih dari seribu peci haji dengan 30 tenaga kerja dan 16 mesin aktif.

"Keuntungan rata-rata Rp20 juta per bulan dan saya sering kewalahan dengan banyaknya pemesan," katanya.

Yuri tidak sendiri, boleh jadi ia hanyalah satu dari puluhan juta pelaku usaha UKM di tanah air yang semula harus menghadapi sulitnya mengakses pasar dalam berbisnis.

Data BPS mencatat, jumlah pelaku UKM sebanyak 51,26 juta unit usaha per Desember 2008 atau naik dari angka sebelumnya 49,2 juta unit usaha. Puluhan juta unit UKM itu dipastikan menghadapi persoalan pelik serupa; gagap mengakses pasar.

Fakta itu menjadi salah satu penghambat pertumbuhan KUKM menuju tujuan akhir mendukung program MDG`s (Millenium Development Goals) untuk memerangi kemiskinan di tanah air.

Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Ikhwan Asrin, berpendapat, faktor sulitnya pelaku KUKM mengakses pasar menjadi persoalan paling signifikan yang menghambat tumbuh kembangnya KUKM di Indonesia.

"Persoalan KUKM tidak berhenti pada faktor kesulitan mendapatkan permodalan," katanya.

Menurut dia, uang bukan kartu sakti yang bisa menumpas seluruh persoalan yang melilit KUKM. Apalagi, saat ini sudah semakin banyak upaya yang dilakukan termasuk oleh pemerintah untuk mempermudah pelaku KUKM mengakses sumber permodalan.

Oleh karena itu, keterbatasan modal terbukti bukan persoalan utama yang menghambat iklim usaha KUKM. Terlebih saat ini telah banyak lembaga keuangan baik bank maupun non-bank yang semakin fokus menggarap pasar KUKM.

Pihaknya bahkan telah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) berupa Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-KUKM yang siap mengucurkan pembiayaan bagi pelaku KUKM yang kekurangan modal dan belum bankable.

Program-program lain pun diupayakan, sejumlah perbankan pelat merah dan perusahaan penjamin digandeng pemerintah untuk menggalakan Kredit Usaha Rakyat (KUR). "Ini bukti bahwa persoalan pembiayaan sedikit banyaknya sudah mulai diupayakan untuk diatasi bersama," kata Ikhwan.

Meski modal yang terbatas tidak selalu menjadi persoalan utama tetapi harus diakui KUKM tidak pernah sepi dengan masalah.

Sampai saat ini sektor penyangga perekonomian negara yang mampu menyumbang sebesar Rp2,1 triliun itu kepada Produk Domestik Bruto (PDB) 2008 itu selalu didera persoalan klasik di luar modal usaha yakni lemahnya akses terhadap teknologi, manajemen keuangan yang belum rapi, sumber daya manusia (SDM) kurang andal, dan sejumlah kebijakan yang kurang memihak.

"Dan yang saat ini menjadi persoalan pelik adalah bagaimana ketika produk sudah dihasilkan oleh KUKM kemudian dijual. Di sinilah fungsi marketing yang baik itu dibutuhkan," kata Ikhwan.

Jika setiap persoalan ibarat labirin dengan jalan keluar yang pasti, sama halnya dengan masalah yang dihadapi KUKM. Seluruhnya memiliki solusi yang dapat diupayakan termasuk menemukan pasar potensial bagi produk-produk KUKM.

Apalagi sektor KUKM merupakan pembentuk industri kreatif yang segera didaulat menjadi industri penopang perekonomian negara. Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pun telah berjanji untuk memberikan ruang seluas-luasnya kepada sektor KUKM untuk berkembang menjadi tulang punggung perekonomian.

Menemukan Pasar

Sudah saatnya memasuki era baru pemasaran produk KUKM. Sebab selama ini kelemahan akses pasar menjadi persoalan bagi hampir seluruh pelaku KUKM di tanah air. Mereka masih saja kurang memiliki informasi yang lengkap dan rinci, terkait pasar mana saja yang bisa ditembus oleh produk yang dihasilkan.

Di sinilah UKM, terlihat begitu lemah, demikian kata konsultan marketing, Tung Desam Waringin. Menurut dia, akses pasar KUKM tidak terbentuk secara luas dan tidak ada jaringan usaha yang kokoh. Padahal kemampuan mengakses pasar merupakan salah satu kunci pokok untuk memenangkan persaingan.

"Sebab pasar adalah sasaran terakhir untuk menyerap produk yang dihasilkan," katanya. Akan menjadi percuma bagi KUKM bila tidak menguasai pasar, karena sehebat apa pun produk kalau tidak laku dijual, maka produk itu tidak ada nilainya.

Oleh karena itu, dengan menguasai atau paling tidak mengetahui pasar, mereka dapat memasarkan produknya sembari menerapkan strategi jitu agar calon pembeli mau membeli produknya.

Hal itu mendesak mengingat saat ini permasalahan akses pasar bagi usaha kecil semakin rumit manakala terjadi perluasan jangkauan pemodal besar, baik domestik maupun asing yang menerobos segmentasi pasar yang sebelumnya dikuasai KUKM. Contoh konkret berupa segmen pasar buah-buahan dan sayuran yang semula dimiliki usaha kecil, saat ini sebagian besar telah diambil-alih oleh pasar swalayan dengan produk impornya.

Sampai sejauh ini pelaku UMKM dinilai belum memahami unsur penting dalam informasi pasar yaitu kecenderungan permintaan di pasar domestik maupun internasional, harga, kualitas, standar, dan sejumlah faktor lain.

Mereka belum mampu mengakses ketersediaan informasi yang diharapkan dapat membantu usaha kecil bekerja sejalan dengan permintaan pasar. Meski pada dasarnya kendala di bidang pasar dan pemasaran terdiri atas kesulitan mendapatkan suplai bahan baku berkualitas dan kontinyu, terbatasnya kemampuan untuk melakukan promosi dan berkompetisi di pasar bebas, serta kurang diperhatikannya mutu produk dan arti kepuasan pelanggan.

Pelaku KUKM juga cenderung menguasai pasar yang sempit, sebagai akibat lemahnya kemampuan untuk berkompetisi dengan perusahaan besar, dan kurangnya kesempatan yang diberikan oleh perusahaan besar untuk menjadikan UKM sebagai mitra bisnisnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Rudy Sumampauw, berpendapat, sulitnya produk KUKM menembus pasar ritel disebabkan faktor pengemasan produk yang kurang baik.

"Packaging yang kurang menarik menjadikan produk tidak diminati," katanya.

Di sinilah persoalan besar KUKM Indonesia, tuntutan demokratisasi datang bersamaan dengan tuntutan peningkatan daya saing. Pasar belum terbentuk namun persaingan harus dilaksanakan. KUKM harus bersaing dengan para pelaku bisnis dari seluruh penjuru dunia. Padahal KUKM belum memiliki area atau domain pasar yang relatif dapat dikuasai.

Secara individu, mereka belum terbiasa dan memang relatif tidak mampu dan tidak berdaya untuk bersaing di pasar terbuka, fair, dan transparan. Fakta itu dapat dilihat dari berbagai indikator, di antaranya masih rendahnya kemampuan ekspor KUKM.

Ketika di beberapa negara, ekspor KUKM menunjukkan catatan cemerlang, di Indonesia ekspor kelompok ini malah jeblok.

KUKM di Malaysia dan India, misalnya, telah mampu menyumbangkan ekspor hingga 30 persen dari total ekspor non-migas nasionalnya.

Banyak pihak menilai, hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Selama ini pemberdayaan KUKM hanya ditekankan pada produk KUKM dan apa yang diinginkan oleh pemerintah saja, tetapi bukan yang diinginkan oleh pasar.

Pemberdayaan dinilai belum menyentuh pada apa yang diinginkan pasar, sehingga sampai saat ini daya saing produk KUKM masih sangat lemah. Di sisi lain produk yang diciptakan KUKM hanya berdasarkan keinginan KUKM saja, belum menyentuh keinginan konsumen (pasar).

Beberapa penyebab lemahnya daya saing UKM secara umum antara lain kurangnya informasi pasar produk, kurangnya promosi produk-produk KUKM, ketidaksesuaian produk UKM dengan permintaan pasar, kurangnya informasi desain produk, kontinyuitas produk ketika bersinggungan dengan dunia ekspor, stabilitas kualitas produk untuk pemenuhan pasar, manajemen produksi, pasar dan kualitas yang tak berkelanjutan.

Untuk dapat melakukan langkah perbaikan dalam upaya meningkatkan daya saing produk KUKM tersebut, diperlukan suatu sistem pemasaran yang tidak hanya menyentuh produk KUKM saja melainkan juga harus menyentuh keinginan konsumen (pasar).

Pendekatan terhadap KUKM dilakukan untuk menciptakan produk sesuai keinginan pasar, sedangkan pendekatan terhadap pasar dilakukan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap terhadap produk yang dibuat oleh KUKM. Mengingat Indonesia sesungguhnya menyimpan potensi besar juga sebagai pusat perdagangan dan pariwisata. Oleh karena itu, menemukan pasar bagi produk KUKM mendesak dilakukan.

Era Baru

Kementerian Negara Koperasi dan UKM sebagai pemangku kepentingan dan pemegang regulasi KUKM telah melakukan sejumlah upaya demi mendorong perkembangan KUKM.

Instansi itu menyatakan selalu gencar mempromosikan produk-produk KUKM dan menyediakan pelayanan informasi bisnis bagi publik.

"Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah memfasilitasi Pameran Dalam Negeri seperti SMEsCo Festival, Pekan Produk Budaya Indonesia, Expo UKM di beberapa provinsi, Interfood dan Interpack, dan lain-lain," kata Ikhwan Asrin, Deputi Menteri Negara Koperasi dan UKM Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM juga sudah membuka Pelayanan Informasi Bisnis melalui penyediaan sarana Trading Board dan Inflight Catalogue, memfasilitasi KUKM berpameran di luar negeri, hingga membangun pusat promosi di daerah-daerah.

Sampai sejauh ini, pameran produk KUKM dinilai merupakan salah satu upaya paling efektif untuk membuka akses pasar bagi KUKM.

Produk KUKM adalah produk kreatif, oleh karena itu perlu jalan khusus yang inovatif untuk memasarkan produk tersebut. Banyak pihak berpendapat pameran adalah jawabannya.

Fakta menunjukkan dalam setahun di Jakarta telah terselenggara setidaknya 20 pameran produk KUKM. Pameran semacam itu hampir selalu menyedot ribuan pengunjung dengan jumlah transaksi miliaran rupiah.

Direktur Debindo, Setiabudi, sebagai salah satu perusahaan pelaksana pameran di Jakarta, mengungkapkan, pameran produk KUKM semakin berkembang dan diminati.

"Ini upaya stimulus untuk mendatangkan buyer dengan lebih gampang, sebab mencari pembeli itu sulit dalam bisnis," katanya.

Menurut dia, pameran produk KUKM sangat baik untuk mendorong perkembangan sektor KUKM secara langsung. "Keuntungannya dirasakan langsung oleh KUKM, ini beda dengan pameran-pameran tema lain yang keuntungannya dipetik industri besar," katanya.

Menteri Perdagangan sekaligus Menteri Negara Koperasi dan UKM ad interim, Marie Elka Pangestu, berpendapat pameran produk KUKM penting dilakukan sebagai wadah promosi pelaku KUKM sekaligus ajang pembelajaran bagi mereka.

"Pameran adalah ujung proses kita memulai pengembangan KUKM yang akan kita bina," katanya.

Pameran semacam itu juga terbukti efektif memperluas pasar industri kreatif yang didominasi pelaku KUKM.

Senada dikatakan, Ikhwan Asrin, yang berpendapat bahwa pameran menjadi efektif karena pelaksanaannya bukan hanya sekadar ajang mempromosikan produk.

Ikhwan berpendapat, pameran produk KUKM juga sangat efektif untuk menambah ilmu dan pengalaman bagi para pelaku industri kreatif yang sebagian besar adalah pelaku KUKM.

Pameran produk KUKM, menurut dia, perlu terus digalakkan mengingat efektif sebagai ajang untuk membangun kepercayaan pembeli terhadap produk-produk KUKM.

"Di sini pelaku KUKM sendiri yang harus membangun kepercayaan kepada pembelinya, termasuk tentang bagaimana dan seperti apa produk yang diminati," katanya.

Hal terpenting lainnya dari penyelenggaraan pameran produk KUKM adalah efektif sebagai wadah untuk mengembangkan jaringan bisnis (networking) yang lebih luas.

"Di samping nominal transaksi on the spot yang didapatkan, pelaku KUKM bisa meningkatkan kapasitas intelektual, membangun kepercayaan pasar, dan memperluas jaringan usaha," katanya.

Manfaat semacam itu setidaknya telah dirasakan pelaku KUKM Bintang Soraya yang memproduksi kopi bubuk super dan kopi jahe asal Palu Sulawesi Tengah.

"Pameran menjadi titik awal keberhasilan usaha saya," kata Direktur Bintang Soraya, Habib Saleh Almahdali, yang telah berkeliling ke beberapa negara untuk memamerkan produk buatannya.

Baginya era baru pemasaran produk KUKM telah menjemput. (*)

Oleh Oleh Hanni Sofia
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009