Jakarta (ANTARA News) - Djoko Kirmanto yang kemungkinan akan kembali memegang jabatan menteri pekerjaan umum untuk sementara tercatat sebagai calon menteri tertua dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

Djoko Kirmanto pada Minggu pagi (18/10) resmi dipanggil ke kediaman Presiden SBY di Puri Cikeas, Bogor, untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebagai menteri.

Pria itu tercatat sebagai calon menteri tertua (sampai saat ini) dalam KIB Jilid II karena terlahir pada 5 Juli 1943 atau 66 tahun 3 bulan.

Sebelum namanya dipanggil ke kediaman Presiden, Jero Wacik yang tercatat menjadi calon menteri tertua di KIB jilid 2 dengan usia 60 tahun enam bulan.

Djoko sendiri tercatat sebagai pejabat karier di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.

Ayah tiga anak itu menyelesaikan pendidikan sarjananya di Jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 1969 dan pascasarjananya di Land and Water Development, IHE-Delft, Belanda pada tahun 1977.

Suami Sri Suwarningsih itu bagi kalangan pejabat/karyawan di lingkungan Departemen PU adalah sosok yang pekerja keras.

Ia mulai meniti karir di Departemen PU sejak 1970 menjadi pegawai harian pada Prosida Ditjen Air. Di kalangan rekan-rekannya, Djoko dikenal akrab dengan rekan sejawat dan anak buah, dan selalu peduli terhadap masyarakat bawah.

Riwayat karirnya berturut-turut Asisten Perencana Proyek Irigasi Sadang Sulsel, Deputi Teknik Proyek Pekalen Sampean Jatim, Deputi Kepala Staf Teknik Proyek Irigasi IDA Jakarta.

Ia juga tercatat pernah menjabat sebagai Pemimpin Proyek Banjir Jaya Ditjen Air, Inspektur Jenderal, Direktur Bina Program Direktorat Cipta Karya, serta Asisten I bidang Pengembangan Pembangunan Perumahan Negara.

Setelah pensiun, Djoko masih sempat menjabat sebagai Dewan Pengawas (Dewas) dari BUMN di bidang perumahan, Perum Perumnas. Di samping itu juga pernah menjabat sebagai Komisaris Bumi Serpong Damai.

Dalam karirnya, Djoko menaruh perhatian pada sektor perumahan, serta merupakan salah satu sosok yang mendorong pembangunan perumahan secara horisontal di kota-kota besar sebagai upaya mengurangi permukiman kumuh.

Djoko dalam salah satu pertemuan dengan wartawan pernah mengatakan timbulnya permukiman kumuh di tengah kota disebabkan warga yang ingin tinggal tidak jauh dari lokasi tempatnya bekerja. Akhirnya mereka membangun rumah di areal yang dilarang seperti bantaran kali karena harganya jauh lebih murah. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009