Baghdad (ANTARA News/AFP) - Dua serangan bom di Baghdad pada akhir pekan menewaskan 153 orang, demikian diumumkan kementerian kesehatan, Kamis, dan enam atau tujuh dari sekitar 500 orang yang terluka masih dirawat di rumah sakit.

"Jumlah akhir adalah 153 orang tewas," kata jurubicara kementerian itu Sabah Abdullah.

"Sulit untuk mengetahui berapa dari jumlah itu pria, wanita atau anak-anak," katanya, dengan menambahkan bahwa kesulitan itu karena kondisi buruk mayat.

Sebuah organisasi Al-Qaeda, Negara Islam Irak, mengklaim bertanggung jawab atas dua serangan bom mobil terhadap kementerian kehakiman dan kantor gubernur provinsi Baghdad itu.

Sementara itu, Kamis, seorang jurubicara militer Irak mengatakan, 61 anggota pasukan keamanan, termasuk 11 perwira, ditangkap dalam kaitan dengan kedua serangan bom di Baghdad yang menewaskan 153 orang itu.

Mereka yang ditangkap itu ditempatkan di daerah Salhiya, Baghdad, dimana penyerang-penyerang bom bunuh diri hari Minggu meledakkan gedung pemerintah dan menimbulkan kerusakan besar di jalan, kata Jendral Qasim Atta, jurubicara komando militer Baghdad.

"Komisi yang menyelidiki kedua serangan Minggu itu memerintahkan penangkapan 11 perwira dengan berbagai pangkat dan 50 anggota pasukan keamanan yang bertanggung jawab atas perlindungan Salhiya," kata Atta kepada AFP.

Diantara mereka yang ditangkap, kata Atta, adalah empat perwira senior angkatan darat dan tujuh polisi senior, termasuk kepala kepolisian Salhiya yang wilayah hukumnya mencakup gedung kementerian kehakiman.

Juga ditangkap, tambahnya, adalah komandan-komandan dari 15 pos pemeriksaan keamanan di Salhiya.

Gubernur Baghdad Salah Abdul Razzaq hari Senin menyalahkan kelalaian atau bahkan kolusi yang dilakukan pasukan keamanan atas pemboman Minggu itu.

Kantor Perdana Menteri Nuri al-Maliki mengatakan, pemboman itu bertujuan menimbulkan kekacauan di Irak seperti serangan-serangan pada 19 Agustus terhadap kementerian keuangan dan kementerian luar negeri, dan juga untuk mencegah pemilihan umum pada Januari mendatang.

"Adalah tangan-tangan hitam sama yang bersimbah darah orang Irak," kata kantor Maliki dalam sebuah pernyataan setelah serangan tersebut. "Mereka ingin menimbulkan kekacauan di negeri ini, menghalangi proses politik dan mencegah pemilihan umum parlemen."

Sejumlah pejabat Irak menyalahkan negara-negara tetangga karena tidak menghentikan serangan-serangan -- menunjuk pada keluhan Irak bahwa Suriah memberikan tempat aman pada mantan anggota-anggota Partai Baath, sementara orang-orang di beberapa negara muslim Sunni membantu mendanai pemberontakan di Irak. Negara tetangga, Iran, dituduh mendanai dan mempersenjatai milisi Syiah.

"Negara-negara tetangga dan jauh harus segera mengendalikan diri dari upaya memberi tempat, mendanai, dan memfasilitasi kekuatan yang terang-terangan mengumumkan permusuhan terhadap negara Irak," kata Presiden Jalal Talabani dalam sebuah pernyataan.

Beberapa anggota parlemen juga menyalahkan pasukan keamanan karena gagal mencegah serangan-serangan. Pejabat-pejabat pemerintah menuduh Al-Qaeda atau loyalis Partai Baath kubu almarhum Presiden Saddam Hussein bertanggung jawab atas serangan-serangan bom itu.

Pengamanan di Baghdad sejak serangan akhir pekan itu diperketat. Polisi dan prajurit menjaga jalan dan jembatan yang tertutup untuk lalu-lintas kendaraan, sementara beberapa helikopter melakukan pengawasan dari udara pada Rabu.

Meski serangan-serangan di Irak secara keseluruhan menurun secara dramatis sejak tahun lalu, kekerasan di Mosul dan Baghdad terus berlangsung.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009