Abuja (ANTARA News/AFP) - Para pemimpin Afrika, Amerika Serikat dan Uni Eropa menerapkan sanksi terbaru kepada pemerintah militer Guinea setelah beberapa bulan pembantaian terhadap para pendukung oposisi.

"Para kepala negara yang duduk di forum Dewan Keamanan dan Perdamaian Uni Afrika memutuskan akan melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk pelaksanaan target-target sanksi termasuk penolakan visa, larangan kunjungan dan pembekuan aset," demikian satu pernyataan di ibukota Nigeria, Abuja, Kamis.

Sanksi-sanksi itu akan ditujukan kepada pemimpin junta Kapten Moussa Dadis Camara dan para anggota pemerintah serta pribadi-pribadi sipil dan militer yang aktif mempertahankan status quo yang bertentangan dengan undang-undang dasar Guinea.

"Sanksi-sanksi itu akan segera diberlakukan," kata Ketua Komisi Keamanan dan Perdamaian Uni Afrika, Ramtane Lamamra.

Satu daftar orang-orang yang ditargetkan oleh sanksi akan segera dikirimkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Liga Arab, Organisasi Konferensi Islam dan kelompok negara-negara berbahasa Prancis dalam rangka melakukan langkah-langkah yang bersifat universal, kata pernyataan itu.

Washington juga memberlakukan sanksi kunjungan baru terhadap junta, dengan melarang mereka memasuki AS, kata Departemen Luar negeri AS Kamis.

"AS memberlakukan larangan-larangan mengenai kunjungan ke AS oleh beberapa anggota junta militer tertentu dan anggota pemerintah, di samping pribadi-pribadi lain yang mendukung kebijakan atau tindakan perusakan terhadap pemulihan demokrasi dan penegakan hukum di Guinea," kata juru bicara Deplu AS Ian Kelly.

Sanksi-sanksi itu mulai berlaku 23 Oktober, katanya menambahkan dalam satu pernyataan.

"Penduduk Guinea berhak untuk memilih pemimpin mereka setelah berpuluh tahun pemerintahan otoriter," kata Kelly.

"Junta militer yang berkuasa telah menunjukkan dirinya tidak menghargai hak-hak asasi manusia (HAM) dan tak mampu melindungi Guinea dalam melewati masa transisi menuju demokrasi."

Gerakan-gerakan itu terjadi sebulan setelah pasukan junta melepaskan tembakan terhadap demonstrasi di stadion Conakry, yang menyeru Camara untuk tidak mencalonkan diri dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan Januari depan.

Sedikitnya 150 orang tewas, menurut PBB, sementara kelompok-kelompok HAM menyatakan 157 orang tewas dan lebih dari 1.200 lainnya cedera, termasuk wanita yang diperkosa di depan umum.

Namun, junta militer mengatakan hanya 56 orang tewas dan 934 orang lainnya terluka.

Junta mengambilalih kekuasaan di negara yang kaya tambang itu pada 23 Desember tahun lalu, hanya beberapa jam setelah kematian penguasa terlama Guinea, Lansana Conte, yang adalah seorang jendral angkatan darat yang otokratis.

Selasa lalu, Uni Eropa mengatakan telah memberlakukan embargo senjata, pembekuan aset dan larangan kunjungan bagi para pemimpin junta. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009