Jakarta (ANTARA News) - Komjen Pol Susno Duaji mengaku meladeni langsung Anggodo Widjojo ketika datang ke Mabes Polri untuk melaporkan kasus dugaan pemerasan yang menimpa kakaknya, Anggoro Widjojo.

Usai dimintai keterangan selama hampir dua jam oleh tim delapan di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jakarta, Jumat, Komjen Pol Susno Duadji yang telah mengundurkan diri sebagai Kabareskrim itu langsung memberikan keterangan pers.

Susno mengaku pertama kali mengenal Anggodo ketika pria itu melapor ke Bareskrim Mabes Polri. Terkait penyebutan namanya di rekaman pembicaraan oleh Anggodo Widjojo, Susno mengatakan, hal itu karena dirinya menjabat Kabareskrim.

"Kenalnya sejak dia datang ke Bareskrim Mabes Polri dalam rangka dia laporkan sesuatu perkara yang menimpa kakaknya bernama Anggoro. Mengapa dia menyebut nama saya, karena jelas saya Kabareskrim makanya dia datang ke saya," tuturnya.

Susno menjelaskan setelah Anggodo datang melapor kepada dirinya, ia pun memberikan arahan agar Anggodo ditangani oleh Direktorat III Bareskrim Mabes Polri.

Karena itu, menurut Susno, dalam rekaman Anggodo menyebut Truno tiga yang merujuk kepada direktorat tiga tersebut.

"Jadi saya sudah tanyakan kepada yang bersangkutan Truno 3 adalah direktorat tiga," ujarnya.

Setelah meladeni langsung laporan Anggodo, Susno pun memberikan pelayanan khusus kepada Anggoro yang berada di Singapura dengan alasan takut ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Susno datang langsung ke Singapura untuk menemui Anggoro guna memberikan jaminan bahwa Anggoro tidak akan ditangkap dan khusus mengirim penyidik untuk mencatat keterangan Anggoro.

"Anggoro memang penting bagi polisi untuk diperiksa karena yang jadi korban itu Anggoro. Anggoro berada di luar negeri, kemudian saya suruh pulang untuk diperiksa tidak mau, tidak berani. Kemudian saya katakan kepada Anggoro anda akan saya kirim polisi untuk disidik di Singapura, nanti di KBRI, dia tidak mau. Dia tidak percaya, dia minta saya datang. Setelah saya datang, ketemu, saya katakan itu ada polisi yang akan menyidik. Anda percaya tidak akan ditangkap, dia baru percaya, setelah itu saya tinggal pulang," tutur Susno.

Susno membantah bahwa ia terlibat rekayasa kasus hukum Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Ia juga membantah menerima imbalan Rp10 miliar atas pencairan uang milik Budi Sampurno senilai 18 juta dolar AS di Bank Century.

"Saya sudah beritahukan kepada KPK, beritahukan juga kepada polisi agar memeriksa saya, kemudian tidak ada yang bisa memeriksa karena tidak ada datanya," kata Susno.

Kepada tim delapan, Susno menyampaikan keluhan bahwa tuduhan penerimaan uang tersebut telah menjadi blunder selama enam bulan.

"Hampir enam bulan masalah itu blunder dan akibatnya sangat fatal bagi saya. Saya katakan pada tim tadi, fatal bukan pada saya pribadi, bagi saya resiko jabatan, saya kuat, tidak apa-apa," ujarnya.

Dampak paling fatal, menurut Susno, adalah kepada keluarganya. Susno mengaku dua anak perempuannya sejak kasus tersebut mencuat tidak lagi berani masuk kantor karena merasa malu.

"Sekarang dua-duanya tidak kerja lagi, malu masuk kantor, dia malu masuk kantor karena ketemu temannya nanti dikira anak koruptor. Kemudian sampai dia bilang kita dibesarkan dengan uang korupsi sehingga kita bisa sekolah. Saya bilang, `Papamu tidak sehina itu`," tutur Susno.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009