Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan pembentukan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Chandra-Bibit atau Tim Delapan hanya langkah basa basi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena tindaklajutnya terlalu lama.

"Sebab,meski hasil Tim Delapan bagus namun tindak lanjutnya lama dan mengapa harus menunggu satu minggu. Dan saya melihat hal ini ada hubungannya dengan kasus Bank Century," kata Din usai menghadiri Wisuda Magister, Sarjana dan Program Diploma Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, di satu sisi pemerintah begitu cepat mencairkan dana senilai Rp6,7 triliun untuk sebuah bank sekelas Century yang jumlah nasabahnya pun tidak terlalu banyak serta sebenarnya tidak terlalu mendesak.

"Sementara ada bank-bank lain yang setara dengan Century mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah dalam menyelesaikan persoalan yang sama pada waktu sebelumnya," katanya.

Karena itu, PP Muhammadiyah mendesak pemerintah agar mengusut tuntas kasus Bank Century serta petinggi yang terlibat di dalamnya.

"Saya mendukung hak angket DPR RI, namun anggota legislatif pun jangan bersikap setengah hati. Saya kecewa dengan partai-partai koalisi besar dalam kasus-kasus yang mengandung dugaan kebatilan. Kalau mau bersatu, mari bersatu untuk kejayaan negara", katanya.

Sebelumnya, Din mengatakan, rekomendasi Tim Delapan itu bisa dijadikan momentum penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia sebab sudah 10 tahun reformasi belum menghasilkan hal-hal signifikan terhadap pemberantasan korupsi.

Bahkan menurut Din, perseteruan yang terjadi saat ini antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , Polri serta Kejaksaan telah menunjukkan gelagat untuk menghilangkan lembaga anti korupsi itu.

"Padahal upaya pemberantasan korupsi saja belum optimal tetapi masih tebang pilih belum berani menggasak koruptor kelas kakap. Kok sekarang tiba-tiba mau dihilangkan," katanya.

Persoalan ini, ujar Din bukan hanya sekadar menyangkut Bibit dan Chandra tetapi terkait keberadaan lembaga tersebut (KPK-red). "Waktu saya datang ke sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 November lalu, sebenarnya saya sudah skeptis dengan upaya yang ada," tambahnya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009