Jakarta (ANTARA News) - Massa anti penghentian penyidikan kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah yang mengatasnamakan Gempita Indonesia berunjuk rasa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa.

Dalam aksi tersebut, mereka menolak pemberhentian perkara dan menuntut kejaksaan terus melimpahkan perkara tersebut.

Mereka meminta agar kasus dua pimpinan KPK nonaktif itu diselesaikan di pengadilan.

Uniknya dalam aksi tersebut, pendemo mengaku mereka dibayar antara Rp20 ribu sampai Rp25 ribu bagi mereka yang menggunakan sepeda motor serta ada juga yang diberikan kupon yang tidak jelas peruntukannya.

"Kami diberi uang antara Rp20 ribu sampai Rp25 ribu bagi mereka yang menggunakan motor, dan diberi kupon," kata salah seorang pendemo yang mengaku warga Pademangan, Jakarta Utara .

Akhir pekan lalu, Ketua Umum Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),Mayor Jenderal (Mayjen) Purn Syamsu Djalal menyatakan maraknya unjuk rasa tandingan untuk mendukung Polri dan Kejagung adalah "kampungan."

"Demonstrasi tandingan yang sedang marak, kampungan," kata Syamsu Djalal yang juga mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), di Jakarta, Jumat (20/11) malam.

Ia mengatakan unjuk rasa tandingan yang dibayar itu, sangat menyusahkan masyarakat.

"Rakyat sudah bingung, ditambah bingung lagi dengan adanya demo bayaran Rp20 ribu," katanya.

Dikatakan, soal unjuk rasa bayaran itu, dialami langsung oleh DPC IPKI Jakarta Utara.

"Tadi mereka (IPKI Jakut) menelepon saya, ada yang menawarkan untuk melakukan demo," katanya.

Mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) itu menyayangkan adanya unjuk rasa bayaran tersebut, karena seharusnya untuk menaikkan kembali citra kepolisian, yakni dengan memperbaiki kinerjanya.

"Tentunya (polisi) harus introspeksi dari apa kekurangan selama ini," katanya."Ini bukan mengajarkan rakyat agar cerdas, tapi membodohi rakyat dengan demo bayaran," katanya. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009