Jakarta (ANTARA News) - Indonesian Corruption Watch (ICW) mencurigai adanya "permainan" yang dilakukan oknum kepolisian Polda Jawa Barat terkait proses hukum kasus korupsi PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Optima Karya Capital Management (OKCM) yang diduga melibatkan sejumlah petinggi di kedua perusahaan tersebut.

Sinyalemen adanya "permainan" itu, ujar Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto kepada wartawan di Jakarta, Rabu, terlihat ketika polisi tidak segera melakukan penahanan terhadap mantan Direktur Utama Optima Harjono Kesuma. Padahal, yang bersangkutan sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh kepolisian Polda Jawa Barat.

"Kami khawatir pihak Kepolisian masih memelihara oknum aparat yang merangkap sebagai mafia hukum. Padahal, Presiden sudah meminta pimpinan lembaga penegak hukum untuk memberantas mafia hukum di institusinya masing-masing," ujar Agus Sunaryanto.

Menurut Agus, untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat, seharusnya Kepolisian melakukan penahan terhadap yang bersangkutan. Jika tidak, maka kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kepolisian akan semakin runtuh.

"Ada apa dengan tidak ditahannya Harjono. Padahal, dia kan sudah dijadikan tersangka. Ini pertanyaan besar. Apalagi Harjono kabarnya kerap berurusan dengan Kepolisian dalam sejumlah kasus di berbagai tempat," ujarnya menambahkan.

Menurut dia, sikap diskriminatif yang dilakukan Polda Jabar menunjukkan bahwa praktik mafia hukum masih berlangsung di tubuh Kepolisian, khususnya di wilayah Jawa Barat.

"Jangan sampai proses penanganan kasus tersebut kemudian dicemari dengan syak wasangka bahwa polisi telah disogok oleh yang bersangkutan. Karena itu, untuk membuktikan bahwa sangkaan itu tidak benar, maka kami minta polisi melakukan penahanan terhadap Harjono Kesuma," ujarnya.

Sebelumnya, Dewan Komisaris PT KAI Yahya Ombara juga mempertanyakan hal yang sama. Menurut Yahya, tidak ditahannya Harjono Kesuma oleh Polda Jabar itu dinilai sebagai sikap yang diskriminatif dalam menangani perkara itu.

"Kita memang tidak ingin mengintervensi, tetapi hanya mempertanyakan saja mengapa mantan Dirut OKCM Harjono Kesuma sampai sekarang tidak ditahan. Padahal, dia sudah dijadikan tersangka dan terbukti secara otentik melakukan perikatan kerja sama," ujar Yahya.

Meski demikian, ia mengapresiasi sekaligus mendukung kinerja Polda Jabar dalam melakukan proses penyelidikan kasus ini.

Sebagaimana diberitakan media massa, terkait kasus ini, polisi sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu mantan Direktur Utama PT KAI dan PT OKCM, serta tersangka baru Direktur Marketing OKCM Haris Setiawan.

Kasus ini bermula ketika PT KAI menjalin kerja sama dengan PT OKCM berupa penyertaan dana sebesar Rp100 miliar. Dalam kerja sama yang berlangsung mulai Juni hingga Desember 2008 ini, PT OKCM memberikan jaminan aset senilai Rp120 miliar.

Dalam perjanjian tersebut, PT KA akan mendapat keuntungan berupa imbal hasil 11 persen. PT OKCM juga menjanjikan bahwa PT KA akan menerima kembali dana pokok Rp100 miliar pada akhir kerja sama, yaitu pada Desember 2008.

PT OKCM sempat membayar keuntungan 11 persen kepada PT KAI, namun dana pokok yang dijanjikan tak pernah dipenuhi. Demikian halnya jaminan PT OKCM senilai Rp120 miliar ternyata juga tidak dapat dicairkan.

Polisi telah meminta keterangan dari Komisaris Utama PT KAI dan dua anggota Dewan Komisaris PT OKCM, Kepala Bidang Hukum, dan empat staf PT KAI, serta mantan Dirut PT OKCM.

Terkait hal tersebut, Satuan Tindak Pidana Korupsi Polda Jabar, menduga telah terjadi tindak pidana korupsi. Polisi juga telah meminta BPKP Jabar untuk melakukan audit kerugian negara, dan meminta PPATK untuk melakukan investigasi aliran dana.(*)

Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009