Padang (ANTARA News) - Pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) mengenai tata cara penyadapan bagi penegak hukum dan ditargetkan selesai enam bulan ke depan.

"Berhubung telah keluarnya Undang-undang (UU) IT Nomor 11 tahun 2008, maka perlu diatur penyadapan dengan PP sehingga tak main sadap saja. Konsep RPP sudah ada dan diharapkan enam bulan mendatang selesai," kata Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Tiffatul Sembiring di Padang, Jumat.

Mantan presiden PKS itu, juga menjadi Khatib Shalat Iddul Adha 1430 Hijriah di Lapangan Kantor Gubernur Sumbar yang diikuti oleh ribuan jemaah.

Menurut Menkominfo, sekarang yang berwenang melakukan penyadapan ada dua lembaga penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.

Sedangkan Kejaksaan punya izin untuk melakukan penyadapan tetapi tak ada alatnya, sementara Badan Intelejen Negara (BIN) mempunyai alat sadap tetapi tak punya hak melakukan penyadapan.

"Inilah yang harus diatur dalam PP, tapi ini semua bukan berkaitan dengan kasus Bibit-Chandra. Tapi sejak 2008 telah dirintis untuk menyusun RPP teknis penyadapan," jelasnya.

Menkominfo membandingkan, di negara lain seperti Australia, Korea, dan Jepang, penyadapan itu di bawah kendali Departemen ICT seperti Depkominfo kalau di Indonesia, untuk menanganinya.

Jadi, hasil sadapan tersebut dilakukan order oleh KPK, BIN, Kejaksaan atau Kepolisian sesuai dengan izin pengadilan.

Pengaturan penyadapan penting, kata Tiffatul, karena sekarang ditengarai patut dicurigai antara instansi saling melakukan penyadapan.

"Ini bukan sadap karet, tapi menyadap orang yang berbicara. Kalau ada dua orang yang sedang berbicara dan disadap, tentu pelanggaran terhadap HAM," katanya.

Menyinggung akan ada lembaga khusus menangani penyadapan itu, Menkominfo mengatakan, bisa saja ada semacam departemen khusus sehingga tak boleh orang lain masuk.

Ia menjelaskan, kewenangan penyadakan akan diatur oleh pengadilan, dan bukan berarti pengaturan itu akan menghambat proses pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Penyadapan itu sifatnya terbatas dan tak boleh untuk mencari bukti tetapi boleh untuk memperlengkap bukti awal," katanya.

Ia menambahkan, di negara-negara lain penyadapan dilakukan hanya untuk mencari bukti pendukung.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009