Jakarta (ANTARA News) - Para pengamat ekonomi dalam rapat dengar pendapat umum dengan Badan Anggaran DPR RI mengingatkan perlunya mewaspadai kemungkinan munculnya krisis ekonomi global jilid II, jika Dubai World benar-benar gagal membayar utangnya yang jatuh tempo.

"Melihat konstelasi yang ada. Pemulihan ekonomi yang ada masih berlangsung masih rapuh karena adanya tekanan krisis akibat Dubai World. Krisis ekonomi di global bisa saja mengalami tekanan yang serius, bahkan bisa mengalami pemburukan lagi bila tidak ditangani dengan cepat," kata Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih di DPR, Senin.

Menurut dia, dampak krisis dapat merambat ke Indonesia, terutama karena Indonesia merupakan negara yangat terbuka dan juga skala ekonomi yang masih kecil.

Pengamat Ekonomi Iman Sugema mengatakan apabila krisis terus berlangsung, maka diperkirakan akan banyak investor portofolio yang memindahkan dananya dari Indonesia.

Hal ini ditakutkan akan menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS karena adanya aliran dana keluar itu, katanya mengingatkan.

Ia mengkhawatirkan cadangan devisa yang dimiliki tidak mampu menahan gejolak pada nilai tukar akibat terjadinya aliran modal keluar (capital flight).

Menurut dia, saat ini sekitar seperempat lebih cadangan devisa Indonesia yang sekitar 62 miliar dolar AS, terutama didukung oleh aliran dana `hot money` (portofolio).

Ekonom Stnadard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, mengatakan, apabila krisis Dubai World berlarut-larut dan benar-benar terjadi gagal bayar, maka dampaknya bisa menyebar hingga ke Indonesia.

"Global akan ada krisis global jilid dua kalau kasus seperti Dubai World meyebar sebab para investor tidak ingin parkir ke negara berkembang mengingat resiko pasar," katanya.

Apabila hal ini terjadi, maka akan terjadi aliran dana keluar yang cukup besar, katanya. "Untuk pasar saham asing menguasai di atas 100 miliar dolar, Indonesia tidak punya cukup cadangan devisa untuk menahan asing di Indonesia," katanya.

Namun demikian, saat ini pihaknya meyakini Uni Emirat Arab dan Abu Dahbi akan membantu agar krisis ini tidak melebar dan merambat.

"Kalau misalnya ada kasus gagal bayar lainnya yang berskala besar kayak Dubai World akan terjadi sistematic risk (resiko sistemis) yang dikhawatirkan tidak bisa bayar kewajiban sehingga memicu resiko sistemik," katanya.

Pengamat Ekonomi Tim Indonesia Bangkit (TIB), Hendri Saparini, mengatakan untuk mengurangi tekanan aliran dana modal keluar, maka bisa jadi akan mendorong terjadinya peningkatan imbal hasil pada surat berharga negara.

Apabila kemudian hal ini menggunakan instrumen SBI dan juga surat utang negara maka, akan terjadi `crowding out`.

"Dana-dana yang ditaruh di bank akan berpindah untuk dimasukan ke surat berharga negara, alhasil ini akan membuat suku bunga perbankan tidak turun tapi malah meningkat," katanya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009