Surabaya, (ANTARA News) - Dosen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dari berbagai jurusan yang tergabung dalam Serikat Dosen Progresif (SDP) Unair meminta Pansus Hak Angket Bank Century dipimpin inisiator awal.

"Kami minta Pansus Hak Angket Century itu dipimpin oleh inisiator awal yang betul-betul mempunyai niat, bukan dari Demokrat yang disangsikan banyak orang," kata koordinator SDP Unair, Airlangga Pribadi, S.IP., M.Si., di Surabaya, Rabu.

Didampingi Novri Susan S.Sos MA (Sosiologi), dan Edy Herry S.Sos MA (Sosiologi), dosen muda dari Jurusan Ilmu Politik itu mengaku pihaknya akan menyampaikan Resolusi SDP Unair tentang Century itu ke DPR RI.

"Dalam 1-2 hari terakhir, saya akan ke Jakarta untuk menyampaikan resolusi kami ke DPR RI. Ada enam butir resolusi kami, di antaranya kami menuntut Pansus Hak Angket Century dipilih dari inisiator awal," katanya.

Butir lainnya, menyerukan seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal dan mengawasi jalannya penyelidikan skandal Bank Century, serta mendesak Pansus Hak Angket untuk menuntaskan skandal itu dengan memanggil pihak-pihak terkait dan menghindarkan dari praktik negosiasi politik untuk kekuasaan.

Selain itu, menuntut transparansi Pansus Hak Angket terkait hasil-hasil kinerjanya perlu dipublikasikan, menuntut Presiden untuk bertanggung jawab terhadap kesalahan kebijakan "bailout" (talangan dana) yang dilakukan bawahannya, dan menyerukan kekuatan sipil untuk hadir dalam ruang-ruang utama politik seperti parlemen dan Istana untuk transparansi Century.

"Kalau Pansus Bank Century itu dipimpin orang dari Partai Demokrat, maka kami menyangsikan komitmennya. Bisa saja kepemimpinan orang dari partai pengusung SBY-Boediono itu prosedural dan legal, tapi belum tentu sesuai kepercayaan masyarakat," katanya.

Oleh karena itu, katanya, dirinya selaku koordinator SDP Unair Surabaya akan mendatangi pimpinan DPR RI untuk meminta komitmen tertulis terhadap ke-enam butir yang disuarakan belasan anggota SDP Unair itu.

Sebelumnya (12/11/2009), SDP menyikapi persoalan konflik KPK-Polri dengan meminta Presiden melakukan reformasi jilid dua, khususnya pada peradilan atau hukum dengan cara membuka kasus KPK-Polri itu seterang-terangnya sambil memberhentikan pejabat yang menghambat agenda pemberantasan korupsi.

Reformasi jilid II adalah Presiden perlu memberhentikan siapapun yang menghambat pemberantasan korupsi, memosisikan Polri di bawah Depdagri, mempertimbangkan pembuktian terbalik dalam kasus korupsi (kejaksaan), serta tetap memberi kewenangan KPK dalam memberantas korupsi dengan menjebak dan menyadap.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009