Jakarta (ANTARA News) - Menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri justru membuat Irjen Pol Ito Sumardi merasa risih kendati pangkatnya akan menjadi Komjen.

Mantan Kapolda Sumsel dan Riau ini terganggu dengan istilah "cicak" dan "buaya" yang telah dikenal masyarakat luas.

Jabatan sebagai orang nomor satu di jajaran reserse Polri juga membuat ketiga anaknya merasa tidak nyaman karena ayah yang dicintainya akan masuk ke "kandang buaya".

"Anak saya nomor dua merasa sedih sebab papanya sekarang jadi raja buaya," kata mantan Kaditlantas Polda Aceh dan Jawa Tengah ini.

Alumni Akabri Bagian Kepolisian yang lahir di Bogor, 17 Juni 1953 ini mengaku bisa mengerti dengan kegalauan anaknya.

"Makanya, saya tidak ingin berlama-lama jadi Kabareskrim agar bisa tenang kayak Pak Susno," kata mantan Komandan Kontingen Garuda XIV/11 PBB di Bosnia itu.

Susno yang dimaksud adalah mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji yang baru beberapa hari digantikannya.

Istilah "cicak" dan "buaya" dilontarkan pertama kali oleh Susno untuk membandingkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri. Polri ibarat buaya sedangkan cicak ibarat KPK.

Agar tidak mengganggu kinerja menjadi orang nomor satu di reserse, pemegang gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Padjajaran ini meminta agar masyarakat segera menghilangkan dua istilah itu.

"Mulai sekarang, lupakan cicak dan buaya," kata mantan Kepala Satgas Operasi Polri untuk Tsunami 2004 dan mantan Kepala Satgas Pengamanan Aceh Monitoring Mission (AMM) ini saat bertemu dengan sejumlah pimpinan redaksi media massa di Jakarta.

Penggemar musik yang mahir memainkan sejumlah alat musik termasuk piano itu optimis bisa menggembalikan nama baik Polri yang sempat tercoreng karena istilah cicak dan buaya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009