Kandahar, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Pasukan gabungan AS, Inggris dan Afghanistan terus melakukan ofensif pada hari ketiga, Minggu, di Afghanistan selatan yang telah menewaskan 16 militan, kata sejumlah pejabat.

Lebih dari 1.000 prajurit melakukan operasi gabungan di provinsi Helmand untuk menghalau Taliban dari sebuah medan tempur utama, dalam ofensif besar-besaran pertama di Afghanistan sejak Presiden AS Barack Obama mengumumkan strategi perang baru.

Empat gerilyawan tewas dalam operasi militer, Minggu, sehingga jumlah Taliban yang tewas menjadi 16 sejak ofensif itu dimulai pada Jumat (4/12), kata seorang jurubicara gubernur kepada AFP.

Operasi itu diluncurkan hanya dua hari setelah Obama memerintahkan pengiriman 30.000 prajurit tambahan AS ke Afghanistan dalam upaya mengakhiri perang.

"Operasi di Nad Ali terus berlangsung. Empat orang musuh tewas hari ini dan mayat mereka ditemukan di medan tempur," kata Daud Ahmadi.

Pasukan menemukan senjata, menangkap lima orang yang diduga gerilyawan dan membunuh sekitar selusin orang, namun tidak ada prajurit yang menjadi korban, kata jurubicara marinir AS Mayor Bill Pelletier.

"Kami mendapat sejumlah perlawanan dari gerilyawan, namun marinir dan pasukan Afghanistan melakukan penggerebekan yang cermat di bangunan-bangunan," katanya kepada AFP.

Tujuan dari operasi itu adalah mengacaukan operasi musuh dan menghancurkan persedian bahan-bahan pembuat bom rakitan IED.

Sekitar 900 marinir dan pelaut AS, prajurit Inggris, serta lebih dari 150 prajurit dan polisi Afghanistan mengambil bagian dalam Operasi Khareh Cobra, atau "Amarah Kobra" di lembah Now Zad.

Operasi itu diluncurkan ketika negara-negara NATO menjanjikan sedikitnya 7.000 prajurit lagi untuk mendukung upaya baru pimpinan AS dalam memerangi Taliban dan Al-Qaeda, setelah AS mendesak negara-negara mitranya membantu menyelesaikan perang di Afghanistan.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-sikap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Tahun ini tidak saja mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban.

Sekitar 500 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Saat ini terdapat lebih dari 110.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009