Ambon, 6/12 (ANTARA) - Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Berthy Papilaja, mengatakan, rencana komisi B DPRD Maluku menemui Gubernur Ralahalu menolak rencana pengoperasian tujuh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) harus disertai alasan yang kuat.

"Legislatif harus memiliki alasan yang kuat untuk menolak tujuh perusahaan yang saat ini memproses ijin HPH ke Menteri Kehutanan," kata Papilaja di Ambon, Minggu.

Penjelasan Papilaja terkait dengan keinginan anggota komisi B yang berharap, kalau bisa jangan ada lagi HPH yang masuk beroperasi di Provinsi Maluku sehingga mereka berniat menemui Gubernur untuk menyampaikan permasalahan ini.

Menurut dia, harus ada sebuah komitmen politik yang kuat dari legislatif untuk melanjutkan persoalan ini ke Menteri Kehutanan, karena yang berwenang mengeluarkan ijin HPH Menhut dan prosesnya dari tingkat bawah di Pemerintah Kabupaten dan Kota.

"Kalau dari tingkat Bupati atau Walikota sudah menolak atau tidak menyetujui rencana pengoperasian sebuah perusahaan HPH, tentunya proses perijinannya tidak pernah sampai ke tingkat Menteri," katanya.

Tujuh perusahaan HPH yang sedang memproses ijinnya ke Menhut di antaranya PT. Reminal Utama Sakti yang akan beroperasi di Pulau Buru.

Kemudian PT. Abadi Lestari dan Bintang Lima Makmur di Kabupaten Maluku Tengah, PT. Wana Sejahtera Abadi di Kabupaten Kepulauan Aru ditambah tiga calon perusahaan pemegang HPH lainnya yang akan beroperasi di Kabupaten Seram Bagian Timur.

Sedangkan di Maluku saat ini terdapat 11 perusahaan pemegang HPH ditambah sebuah perusahaan yang sedang memproses ijinnya untuk mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Provinsi Maluku.

Menurut dia, luas hutan Maluku mencapai 4.390.640 hektare, terdiri dari hutan konversi 406.569 Ha, hutan lindung 618.744 Ha, hutan produksi terbatas 926.533 Ha, hutan produksi 667.513 Ha dan hutan yang dapat dikonversi seluas 1.771.281 Ha.

Anggota komisi B DPRD Maluku, Richard Louhenapessy, mengatakan, walapun proses ijin HPH mulai dari Pemkab atau Pemkot, tapi Dinas Kehutanan Provinsi perlu melakukan pengawasan yang ketat terhadap seluruh HPH termasuk mendata secara rinci jumlah lahan hutan yang sudah dikuasai perusahaan pemegang HPH.

Anggota komisi lainnya, Andreas Taborat menegaskan, keberadaan HPH hanya untuk menebar maut bagi masyarakat di waktu mendatang akibat penggudulan lahan hutan dan mematikan sumber-sumber air tanah sehingga sudah waktunya Maluku jangan lagi dijadikan lahan pengoperasian perusahaan pemegang ijin HPH.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009