Bandung (ANTARA News) - Film Balibo gagal tayang di Jakarta International Film Festival (JIFFEST) karena tidak lolos sensor oleh Lembaga Sensor Film, namun film itu diputar di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung, Jabar, Selasa.

Kurator GIM Aat Soeratin mengatakan, tujuan diputarnya film itu adalah memberikan informasi kepada masyarakat agar memiliki persepsi sendiri terhadap film itu.

"Acara ini bertujuan untuk mendidik masyarakat menjadi apresiator seni yang jujur dan obyektif terhadap film ini," ujar Aat.

Sebelumnya, Lembaga Sensor Film (LSF) melarang pemutaran film ini dalam Jakarta International Film Festival (JIFFEST) dengan alasan terlalu banyak menampilkan adegan sadisme.

Yayat, seorang penggagas acara pemutaran film itu menyebutkan, pelarangan pemutaran Balibo tidak hanya berlaku dalam JIFFEST.

"Pemutaran Balibo hari ini pun sebenarnya dilarang, tapi kami tetap memutarnya sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap fasisme," ujar Yayat.

Pemerintah memang memiliki hak untuk melarang pemutaran sebuah film, kata Yayat, tetapi masyarakat juga punya hak untuk mendapatkan informasi tentang film ini.

Film itu telah lebih dulu diputar di Utan Kayu, kata Yayat, yang menggagas acara ini bersama "Common Room" dengan difasilitasi pihak GIM.

Aat menuturkan, alasan GIM memfasilitasi pemutaran Balibo karena gedung tersebut adalah ruang publik tempat memuarakan berbagai masalah.

"Saya berharap apresiasi masyarakat terhadap karya seni ini bisa jernih dan dilandasi semangat saling memahami," tutur Aat.

Film Balibo bercerita tentang terbunuhnya lima wartawan Australia ketika terjadi perang di Timor Timur pada 1975.

Pemutaran film dilangsungkan pukul 18.30 WIB secata gratis, kata Aat, dan akan dilanjutkan dengan diskusi film.

Aat mengatakan diskusi akan menghadirkan Kiki Syahnakri, pengamat militer, dan Banyu Perwita, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Parahyangan.

Keduanya diundang karena menurut Aat, mereka mampu menjadi apresiator diskusi yang seimbang, dan dapat menambah informasi kepada publk tentang film itu.

"Diskusinya akan berlangsung pendek, karena ini masalah sensitif, saya harap orang yang tidak benar-benar mengerti masalah ini agar tak dulu berpendapat," ujar Aat.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009