Surabaya (ANTARA News) - Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis, dikepung tiga kelompok pengunjukrasa yang menyerukan tuntutan berbeda dalam memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga kawasan di pusat kota itu macet total.

Demonstran  pertama dari massa yang menamakan diri Barisan Rakyat Melawan. Mereka menggelar aksi keprihatinan atas insiden penembakan dan pemukulan oleh polisi terhadap petani di Payaraman, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, berkaitan dengan sengketa lahan antara warga dan pengelola Pabrik Gula Cinta Manis milik PTPN VII.

"Tindakan kekerasan dan penembakan oleh aparat Brimob itu merupakan tindakan brutal dan melanggar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata koordinator aksi, Saiful Zuhri.

Para pengunjukrasa mendesak Kepala Polda Sumsel menangkap dan mengadili personel Brimob dan pimpinan serta satuan tugas PTPN VII.

Tak lama berselang, paraaktivis Aliansi Mahasiswa Surabaya menggelar aksi di tempat sama untuk menuntut pemerintah mencabut Undang-undang Badan Hukum Perguruan Tinggi guna mewujudkan demokratisasi kampus.

"Daripada dana Rp6,7 triliun untuk menutup kerugian Bank Century, lebih baik untuk pendidikan, kesejahteraan kaum miskin, dan kaum petani," kata Ahmad, koordinator aksi.

Sekitar 100 orang berseragam kaus merah tiba-tiba bergerak dari arah Jalan Pemuda menuju Grahadi dan berorasi  meminta pertanggungjawaban pemerintah atas hilangnya nyawa pejuang HAM, Munir, dan aktivis 1998, Petrus Bima Anugerahadi dan Herman Hendrawan, yang sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya.

"Pemerintah harus mengerahkan seluruh jajarannya untuk mencari para aktivis yang hilang itu," kata Hendrik, koordinator aksi, dalam orasinya.

Mereka juga mendesak pemerintah membentuk pengadilan HAM untuk kasus penghilangan nyawa secara paksa dan meratifikasi konvensi internasional tentang antipenghilangan nyawa secara paksa.

Ketiga kelompok aksi berdemonstrasi secara tertib. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009