Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa Indonesia menghormati perjanjian perdagangan bebas (FTA), namun di sisi lain kepentingan nasional juga perlu dilindungi.

"Kita tidak ingin industri kita terkena. Kita perlu melindungi kepentingan nasional, tetapi juga harus menghormati, makanya harus dicarikan jalan keluarnya," kata Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat.

Ia menyebutkan, masalah itu sedang dibahas oleh Departemen Perdagangan (Depdag) dan Departemen Perindustrian (Depperin).

"Kita carikan jalan keluar, nanti untuk produk-produk tertentu seperti baja, tekstil, yang diperkirakan akan terkena, kita cari jalan keluar," katanya.

Menurut dia, pelaksanaan FTA tidak mungkin serta merta serentak mulai Januari 2010 tetapi Indonesia akan memasukkan sejumlah keberatan.

"Mungkin tidak bisa serta merta memberlakukannya. Tentu akan ada pemberlakukan, tapi kita memasukkan dulu hal-hal yang berkaitan dengan keberatan kita," katanya.

Ia menyebutkan, apa saja yang menjadi keberatan Indonesia, hal itu sedang dirumuskan apakah nantinya akan diikuti dengan penundaan sambil berbenah atau lainnya.

"Itu sedang kita perjuangkan, seperti apa hasilnya, kita belum tahu," katanya.

Hatta mengakui, barang-barang dari China merupakan tantangan pertama terkait dengan pelaksanaan FTA.

"Makanya itu, kita perlu memberi perlindungan kepada industri kita. Kita tidak mau tiba-tiba nanti terpukul semua," katanya.

Sementara itu mengenai Keppres Tim Nasional Jembatan Selat Sunda, Hatta mengatakan, Keppres sedang dirapikan di Sekretaris Kabinet.

"Proporsi pembiayaan juga belum ada, kita mengharapkan nanti ada keterlibatan swasta melalui kemitraan pemerintah dan swasta," katanya.

Dalam rencana pembangunan jembatan Selat Sunda, Menko Perekonomian ditunjuk sebagai Ketua Tim Nasional Pembangunan Selat Sunda yang bertugas untuk menyusun studi kelayakan.

Di bawah Timnas terdapat tiga pokja yaitu Pokja Teknis, Pokja Pengembangan Wilayah dan Lingkungan Hidup, dan Pokja Ekonomi dan Finansial.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009