Jakarta (ANTARA News)- Mahkamah Konstitusi (MK) diminta menetapkan pasangan pemenang Bengkulu Selatan periode 2009-2014, agar suara rakyat yang telah memilih tidak dikorbankan jika pemilukada ualnga tidak dilaksankan sesuai putusan MK nomor 57/PHPU.D-IV/2008, kata pasangan calon nomor 8 Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan H Riskan Effendi dan Dr Drh Rohidin Mersyah, MMA.

Dalam pernyataan sikap yang disampaikan ke MK, di Jakarta, Senin, yang didampingi penasihat hukum pasanngan tersebut Dr Andi M Asrun, SH dan sejumlah komponen masyarakat Bengkulu Selatan, Riskan Effendi mengatakan, pihaknya dan calon bupati Rohidin Mersyah merupakan pemohon terhadap putusan No 57/PHPU.D-IV/2008, sejak awal telah mengikuti semua tahapan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.

"Pada putaran pertama, kami berhasil sebagai pemenang dengan memperoleh suara terbanyak dari 9 pasang calon peserta pemilukada Kabupaten Bengkul Selatan, dan pada saat putaran kedua pihaknya memperoleh suara terbanyak kedua," katanya.

Untuk itu, pasangan Riskan Effendi-Rohidin Mersyah berharap untuk memperoleh keadilan dari MK agar suara rakyat yang telah memilihnya tidak dikorbankan jika pemungutan suara ulang tidak dilaksankan sesuai putusan MK nomor 57/PHPU.D-IV/2008, dengan cara menetapkan pasangan yang bersangkutan sebagai pasangan pemenang pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2009-2014.

Dalam pernyataan sikapnya, Riskan mengatakan, MK harus tetap konsisten terhadap putusan nomor 57/PHP.D-IV/2008 yang menetapkan bahwa pemungutan suara ulang diikuti oleh delapan pasangan calon dan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 8 Januari 2010.

Namun, katanya, ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk tidak mematuhi putusan MK No 57/PHPU.D-IV/2008, sejak putusan itu dibacakan. Hal itu dibuktikan dengan tidak dianggarkannya dana untuk biaya pemungutan suara ulang dalam APBD perubahan tahun 2009.

Padahal, kata Riskan, dana cukup tersedia untuk itu, tapi justru digunakan untuk kegaiatan lain seperti pengadaan mobil dan motor dinas, pemugaran pemakaman dan lain-lain yang nilainya mencapai miliaran rupaih.

Menurut Riskan, putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga MK harus bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang sengaja tidak mematuhi keputusan yang sudah ditetapkan.

"Jika tidak, maka hal ini akan menjadi preseden buruk untuk penegakan hukum, terutama kekuatan putusan MK di kemudian hari. Masyarakat akan beranggapan bahwa keputusan MK bisa tidak dipatuhi dan tidak memiliki implikasi hukum apa-apa," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009