Tangerang (ANTARA News) - Pengacara Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik melalui surat elektronik (email) terhadap manajemen RS Omni Internasional, Tangerang, Banten, Slamet Yuono mengatakan, jaksa sengaja menciptakan opini bahwa tidak berhak mengirim email kepada pihak lain.

"Jaksa menciptakan suatu opini seakan Prita dalam membuat atau meneruskan email kepada teman terdekatnya dianggap tidak mempunyai hak," kata Slamet Yuono di Tangerang, Selasa.

Menurut dia, bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) lupa berbagai alasan dari Prita mengirimkan email karena adanya hak yang telah dilanggar oleh pihak RS Omni.

Dia mengatakan, unsur tanpa hak sifatnya kumulatif dengan unsur lain maka harus dipenuhi, karena perbuatan terdakwa mengirim email kepada temannya akibat tidak puas dengan pelayanan yang diberikan RS Omni.

Bahkan terdakwa sebagai konsumen mempunyai hak untuk mengadukan pelayanan medis yang tidak baik itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) N0.32 Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, pada pasal 22 ayat (1) bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu menjalankan tugas profesi agar menghormati hak pasien.

Selain itu, tenaga kesehatan bertugas diantaranya harus menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi, memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang dilakukan, serta membuat dan memelihara rekam medis.

Sedangkan hak pasien yakni hak atas informasi, hal memberikan dan menolak persetujuan hak atas pendapat kedua tentang medis, katanya.

Demikian pula Prita mempunyai hak konsumen berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka terdakwa berhak menyampaikan pendapat dan keluhan yang dialami atas jasa yang diberikan RS Omni.

Dalam hal ini, maka UU Perlindungan Konsumen lebih utama dari UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) sehingga pasal 27 ayat (3) dari UU ITE tidak dapat diterapkan untuk kasus Prita.

Prita pernah mendekam dipenjara LP Wanita Tangerang selama 21 hari karena dituduh mencemarkan nama baik RS Omni setelah mengirimkan email kepada rekannya berisikan keluhan akibat buruknya pelayanan.

Manajemen RS Omni melalui dr, Grace Hilda dan dr. Hengky Gozal akhirnya mengadukan ke Polda Metro Jaya akibat tindakan Prita itu, sehingga dilakukan pemeriksaan oleh penyidik dan ditetapkan sebagai terdakwa.

Prita dijerat pasal berlapis yakni pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 310 KUHP pencemaran nama baik dengan serta pasal 311 KUHP.

Ibu dua putra itu juga digugat secara perdata sehingga hakim PN Tangerang memutuskan perkara No.300/pdt.G/2008 PN TNG dengan amar putusan antara lain menghukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 314,3 juta serta harus membuat permohonan maaf pada dua koran nasional untuk sekali penerbitan.

Namun terhadap putusan PN Tangerang itu, maka kuasa hukum Prita mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten tanggal 5 Juni 2009.

Bahkan PT Banten memutuskan memperkuat putusan PN Tangerang agar Prita membayar ganti rugi sebesar Rp204 juta serta diharuskan membuat iklan permohonan maaf pada surat kabar nasional untuk sekali penerbitan.

Pengacara dari kantor OC Kaligis itu mengatakan, tidak mudah bagi seseorang atau kelompok untuk mengadukan pihak lain sebagai akibat adanya isi dari suatu komunikasi elektronik sejauh tidak ada pihak lain yang mempublikasikan dari isi suatu komunikasi itu.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009