Baghdad (ANTARA News/AFP) - Satu orang tewas dan 10 lain terluka Kamis ketika sebuah kendaraan yang dipasangi bom meledak pada saat mobil seorang anggota parlemen Syiah lewat, kata polisi.

"Ledakan itu ditujukan pada konvoi wakil dari Fadhila, Nadim al-Jabari, yang tidak berada di dalam (rombongan kendaraan itu), namun seseorang yang sedang lewat tewas dan 10 lain terluka," kata seorang polisi.

Kendaraan yang meledak itu diparkir di sebuah jalan dimana terdapat sejumlah restoran yang populer di kalangan penduduk Baghdad, dan bom itu meledak sesaat setelah pukul 19.00 waktu setempat (pukul 23.00 WIB).

Juga Kamis, seorang pekerja Kristen ditembak mati di Mosul dua hari setelah pemboman yang ditujukan pada gereja-gereja di kota utama wilayah utara itu, kata seorang saksi mata.

Korban baru saja memarkir mobilnya di Mosul barat ketika orang-orang bersenjata di dalam sebuah mobil lain melepaskan tembakan ke arahnya, kata sumber itu.

Selasa, seorang bayi berusia delapan hari tewas dalam serangan bom mobil terhadap Gereja Ortodoks Suriah Virgin Mary di Mosul.

Sebuah bom lain meledak di luar Gereja Katholik Suriah Annunciation di wilayah utara kota itu, namun tidak ada korban.

Tahun lalu ribuan orang Kristen meninggalkan Mosul setelah rangkaian kekerasan menewaskan 40 anggota komunitas tersebut.

Serangan-serangan Kamis itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang membayang-bayangi pemilu Irak pada tahun depan.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum tahun depan.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun depan, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

"Saya rasa kami tidak mengesampingkan keinginan kelompok-kelompok ini untuk melancarkan serangan besar karena mereka bisa mendapat banyak perhatian media dan itu juga merupakan upaya mereka untuk mengintimidasi rakyat," kata Johnson, deputi panglima operasi AS di Irak, dalam wawancara itu.

Ketika ditanya apakah ia memperkirakan gerilyawan berusaha melakukan pemboman seperti dua serangan bunuh diri yang menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober, ia mengatakan, "Saya tidak bisa berbicara mengenai apa yang mereka ingin lakukan, ini adalah hal-hal yang kami perkirakan akan mereka lakukan."

Serangan-serangan bom mobil di luar kementerian kehakiman dan kantor pemerintah provinsi Baghdad pada Minggu (25/10) itu terjadi setelah serangan-serangan serupa yang menewaskan sekitar 100 orang di kementerian-kementerian keuangan dan luar negeri pada 19 Agustus.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009