Semarang (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan tujuan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tidak perlu dipertentangkan lagi terutama terkait penentu kelulusan atau standar nasional.

"Mengapa harus didikotomikan seperti itu kalau memang keduanya dapat dicapai sekaligus," katanya usai menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) VII Ikatan Alumni Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu.

Menurut dia, UN dapat dijadikan sebagai salah satu penentu kelulusan sekaligus digunakan sebagai standard pendidikan secara nasional dan memetakan proses penyelenggaraan pendidikan di seluruh daerah.

Ia mengatakan, sejarah penyelenggaraan ujian secara nasional sebenarnya sudah dimulai sejak kemerdekaan hingga tahun 1971 yang dinamakan Ujian Negara, namun saat itu tingkat kelulusan hanya mencapai sekitar 30-40 persen.

Kemudian, kata dia, penyelenggaraan Ujian Negara diganti dengan Ujian Sekolah yang berlangsung mulai tahun 1972 untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) dan meningkatkan persentase kelulusan.

"Pada saat itu, angka kelulusan mencapai 100 persen, kemudian diganti lagi dengan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) yang merupakan kombinasi Ujian Negara dengan Ujian Sekolah, dan sekarang ini sudah menjadi UN," katanya.

Nuh menilai, hal itu mengartikan bahwa kebijakan pemerintah berkaitan dengan penyelenggaraan ujian secara nasional selalu mengalami perbaikan-perbaikan, dan tidak menutup kemungkinan nantinya akan diperbaiki lagi.

Selain itu, ia juga menyoroti tentang hasil UN yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk masuk ke perguruan tinggi, sebab selama ini hasil UN di SD sudah diakui untuk masuk SMP, demikian pula dengan hasil UN SMP untuk masuk SMA.

"Namun, mengapa hasil UN SMA tidak diakui oleh `kakaknya` yakni perguruan tinggi, sehingga kami mengajak kawan-kawan perguruan tinggi untuk terlibat, mulai dari pembuatan soal hingga pelaksanaan UN," katanya.

Ia mengharapkan, keterlibatan perguruan tinggi dalam penyelenggaraan UN dapat dijadikan sebagai upaya untuk membuat hasil UN SMA "dimanfaatkan" perguruan tinggi dalam menerima mahasiswa baru, meskipun harus dilakukan secara bertahap.

"Kami akan menerapkan kebijakan itu (pemanfaatan nilai UN oleh perguruan tinggi,red.) secara bertahap mulai 2010 mendatang," katanya.

Ditanya tentang tindak kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan UN, ia mengakuinya, namun Mendiknas justru balik mempertanyakan, seandainya ujian dilakukan oleh sekolah apakah menjamin tidak ada kecurangan.

"Kalau memang tindak kecurangan UN yang dipersoalkan, maka tindak kecurangan dalam pelaksanaan UN itu yang harus dikurangi, caranya dimulai dari pembuatan soal berbeda hingga proses pengawasan," kata Mendiknas.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009