Jakarta (ANTARA News) - PT Jasa Marga Tbk terus berupaya untuk mengembalikan kerugian negara akibat perjanjian Tol Jakarta-Cikampek yang merugikan di masa lalu dengan PT Bangun Tjipta Sarana yang kasusnya dalam proses pengadilan.

"Kerugian negara ini harus dihentikan, kalau perjanjian diteruskan maka kerugian semakin besar," kata Direktur Utama Jasa Marga, Frans S. Sunito, di Jakarta, Minggu.

Kasus kerugian negara ini saat ini tengah berjalan di pengadilan perdata sejak Senin kemarin, dan akan terus bergulir. Jasa Marga sebagai BUMN merasa dirugikan terhadap perjanjian dengan Bangun Tjipta Sarana yang berlangsung sejak lama.

Jasa Marga memperkirakan kerugian akibat perjanjian itu mencapai Rp445 miliar sebagai akibat kelebihan pembayaran untuk pekerjaan ruas Tol Cibitung-Cikampek bagian dari Tol Jakarta-Cikampek.

"Kalau mengacu pada pertumbuhan lalulintas dilihat dari Internal Rate of Return (IRR) seharusnya perjanjian berakhir 2002," kata Kuasa Hukum PT Jasa Marga Tbk, Amir Syamsuddin belum lama ini.

Saat ditanyakan hasil sidang pengadilan perdata terkait dengan kasus kerugian yang dialami Jasa Marga sebagai akibat perjanjian dengan Bangun Tjipta Sarana, Amir mengatakan, tengah diupayakan kerugian negara itu dapat kembali.

Sementara itu, Frans S. Sunito mengatakan, perjanjian ditandatangani pada 1989 menunjuk PT Bangun Tjipta Sarana dalam konstruksi Cibitung - Cikampek.

Pembayaran atas proyek ini kepada PT Bangun Tjipta Sarana diberikan dalam bentuk bagi hasil 69 persen selama 26 tahun atau baru akan berakhir 2015, jelas Frans.

Namun IRR yang semula diprediksikan hanya 18,9 persen, kenyataan mencapai 26 persen berdasarkan perhitungan pada 2008 atau berarti terjadi kenaikan kendaraan dari semula 5.400 kendaraan per hari menjadi 358.000 lebih kendaraan per hari, ungkap Frans.

Amir Syamsuddin mengatakan, apabila perjanjian ini tidak dihentikan akan terjadi potensi kerugian negara sampai dengan Rp1,4 triliun seandainya perjanjian ini direalisasikan sampai dengan 2015.

Bangun Tjipta ketika membangun tol ruas Cibitung - Cikampek pada 1989 sampai 1994 mengeluarkan biaya hanya Rp78 miliar yang dibayarkan melalui bagi hasil sampai dengan 2015, jelas Amir.

Tetapi dengan perkembangan lalulintas Tol Jakarta - Cikampek bagi hasil untuk PT Bangun Tjipta Sarana pada 2002 sudah mencapai Rp272 miliar, serta masih berlanjut dari 2003 sampai sekarang Rp375 miliar atau kalau dengan bunganya Rp445 miliar, ungkapnya lagi.

"Kami tengah mengupayakan ke pengadilan melalui keputusan sela untuk menghentikan dulu perjanjian bagi hasil sampai muncul putusan berkekuatan tetap untuk mengembalikan dan merevisi perjanjian," ujarnya.

Ia mengatakan, perjanjian itu merupakan produk pemerintahan orde baru sebenarnya Jasa Marga telah mengundang Bangun Tjipta ke meja perundingan untuk membahas perjanjian tetapi tidak pernah digubris.

Saat ini Jasa Marga telah melaksanakan pelebaran tol Cibitung - Cikampek dari dua lajur masing-masing arah menjadi tiga lajur sudah minta peranan Bangun Tjipta sebagai kontraktor tetapi mereka tidak terlibat apa-apa di dalamnya, kata Amir.

Mereka beranggapan perjanjian ini sebagai investasi bukan kontraktor. Padahal kalau investasi harus sama hak dan kewajibannya, dalam arti kalau rugi mereka ikut tetapi kalau untung mereka juga menikmati, paparnya.

Kenyataannya, sisa bagi hasil 31 persen PT Jasa Marga hanya menanggung 30 persen untuk biaya operasi dan pemeliharaan, sehingga setiap tahun pendapatan untuk ruas Cibitung - Cikampek hanya satu persen, jelas Amir.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009