Pekanbaru (ANTARA News) - Selama 50 hari pertama masa kerjanya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sudah mencabut 206 Peraturan Daerah (Perda) yang dianggap tumpang tindih dengan UU dan hanya memperlambat birokrasi.

"Ya, dalam 50 hari pertama masa kerja saya sebagai Mendagri, sudah 206 Perda yang dicabut karena saya anggap hanya memperlambat birokrasi dan membuat biaya tinggi," kata Mendagri di Pekanbaru, Minggu.

Menurut Mendagri yang datang ke Riau untuk membuka Rapat Kerja Gubernur se-Sumatera pada Senin besok, kebanyakan Perda yang dicabut tersebut berhubungan dengan pengurusan perizinan dan retribusi dan diaggap tidak cocok dengan Undang-Undang (UU).

Kata Mendagri, Perda-perda tersebut selama ini membuat lambannya pengurusan izin untuk berinvestasi di negara kita, sehingga tak heran jika Indonesia termasuk negara yang lamban keluar izinnya jika investror ingin menanamkan investasinya.

Akibatnya iklim pengurusan perizinan melekat dengan biaya, karena pihak pengusaha ingin secepatnya izin tersebut keluar dan pihak pemerintah daerah memanfaatkan ini untuk keuntungan sendiri.

"Ini akhirnya mengundang KKN dan korupsi. Saya berkeiginan hanya butuh waktu 17 hari untuk mengurus izin dan segala hal yang terkaitan dengan hal tersebut, setelah Perda yang menghambat dicabut," ujar Mendagri.

Sebetulnya kata Mendagri, jika dalam UU sudah diatur maka tidak lagi perlu ada Perda, karena kedudukan UU lebih tinggi dari Perda.

Jika pemerintah wilayah atau pemerintah propinsi hendak memutuskan sesuatu atau hendak membuat Perda, terlebih dahulu haruslah melihat, apakah ada UU yang mengaturnya. Jika ada, maka kepala daerah tidak lagi memerlukan Perda, cukup berpedoman kepada UU saja.

Dalam kesempatan ini Mendagri juga menyatakan, tidak ada kekuasaan yang tidak terkontrol, karena semua sudah ada aturan dan mekanismenya. Tetapi selama ini kekuasaan cenderung disalahgunakan dengan tujuan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok.

"Semua mestinya terkontrol, demikian juga dengan kekuasaan. UU sudah mengatur secara ketat, termasuk mengatur kekuasaan untuk tidak disalahgunakan. Tinggal sekarang bagaimana masing-masing pihak memposisikan diri pada porsi yang tepat," ujar Mendagri.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009