Jakarta (ANTARA News) - Tiga organisasi perusahaan jasa TKI (PJTKI) meminta Menakertrans Muhaimin Iskandar bersikap tegas atas ribuan sertifikat uji kompetensi calon TKI yang tidak sesuai dengan program pelatihan (200 jam) Depnakertrans.

"Kami sudah menyampaikan bukti-bukti sertifikat tersebut kepada Menakertrans dan pejabat terkait lainnya, dan kami kecewa jika respon Menakertrans hanya prihatin pada praktik tersebut," kata Ketua Himpunan pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Kamis.

Dia menilai Menakertrans seolah bersikap praktik tersebut tidak berdampak apapun pada TKI, juga pada program kerja 100-nya.

"Jika pembenahan pelatihan tersebut gagal maka gagal juga program 100 hari Muhaimin, karena dia memasukkan program pembenahan tersebut dalam programnya," kata Yunus.

Ketiga organisasi itu adalah Himsataki, Asosiasi Perusahaan Jasa TKI dan Indonesia Employment Agency Association.

Di sisi lain, Yunus meminta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) tidak mengeluarkan verifikasi data dan rekomendasi atas calon TKI yang tidak mengikuti program pelatihan 200 jam.

"Jika dualisme kebijakan tersebut masih terjadi maka kami menilai pemerintah memang tidak ingin TKI yang ditempatkan berkualitas," kata Yunus.

Dijelaskannya, akhir-akhir ini keluar ribuan sertifikat Lembaga Uji Kompetensi yang diduga dikeluarkan oleh oknun yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan rekomendasi pembuatan paspor.

"Calon TKI itu tidak dilatih selama 200 jam seperti yang diputuskan Menakertrans melalui Permenakertrans No.23/MEN/IX/2009. Tiga organisasi PJTKI mendukung kebijakan tersebut, tetapi ada oknum pemerintah yang tidak mendukungnya dan Muhaimin tidak berbuat apa-apa kecuali prihatin saja," kata Yunus.

Menurut dia, jika kondisinya terus demikian, maka program penempatan TKI menuju kehancuran. "Kami menduga ada pihak-pihak yang tidak ingin terjadi pembenahan agar bisa mendapat manfaat dari TKI bermasalah di luar negeri. Mereka jadi TKI sebagai `obyekan`," kata Yunus.

Ditambahkannya, jika kondisinya demikian maka kalangan PJTKI tidak bisa berharap apa-apa dari pemerintah. "Yang hari ini tidak lebih baik dari yang kemarin," kata Yunus.

Terlebih lagi, Kepala BNP2TKI sudah menyurati Menakertrans Muhaimin Iskandar yang menolak pembentukan Tim Task Force Pelayanan Penempatan dan Pemulangan TKI.

Dalam suratnya bertanggal 22 Desember 2009 dan bernomer B.284/KA/XII/2009, Jumhur mengatakan pembentukan tim tersebut hanya menimbulkan kerancuan dan membingungkan masyarakat.

Jumhur mengatakan BNP2TKI tidak bisa bekerja optimal karena terjadi dualisme pelayanan pada program penempatan dan perlindungan TKI.

Dia meminta agar dualisme itu diakhiri dengan menyerahkan wewenang pemberian pelayanan penempatan dan perlindungan TKI pada BNP2TKI.

Sementara Depnakertrans dan PJTKI menilai wewenang BNP2TKI hanya menempatkan TKI melalui program G to G (perjanjian pemerintah dengan pemerintah).(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009