Jakarta (ANTARA News) - Tahun 2010, pasar dalam negeri bakal semakin dibanjiri barang-barang teknologi dari luar, seiring Pemberlakuan kawasan perdagangan bebas (free trade area/ FTA) produk manufaktur antara Asean dengan China.

Sejumlah asosiasi pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hingga pelaku usaha di sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) meminta kesepakatan FTA dengan China itu ditunda.

"Tidak ada satu pun produk Indonesia di sektor manufaktur yang mampu menggebrak pasar China. Malah justru yang terjadi adalah sebaliknya, kita yang bakal semakin menjadi pasar," kata ketua umum Apindo Sofjan Wanandi.

Kemampuan Indonesia mengekspor ke pasar China hanyalah di bidang bahan baku atau bahan mentah seperti sumber daya alam gas, batubara, atau minyak sawit, sedangkan untuk produk jadi dinilai tak berdaya.

Ketidakberdayaan terhadap China ini memang sudah berlangsung lama. Dan FTA hanya mengukuhkan ketidakberdayaan Indonesia atas serbuan barang-barang jadi, bukan saja dari China, tetapi juga dari negara maju termasuk dari negara-negara tetangga ASEAN.

Salah Siapa?

Apakah ada yang salah dengan para ilmuwan dan peneliti dalam negeri karena tenang-tenang saja menghadapi kondisi ketidakberdayaan bangsa yang terus-menerus ini?

Sekretaris Kementerian Negara Riset dan Teknologi Benyamin Lakitan mengakui, bahwa tak banyak hasil riset dalam negeri yang diadopsi oleh industri dan bahwa masyarakat lebih suka membeli barang dan teknologi dari luar.

"Banyak hasil riset dalam negeri yang tak laku jual, bisa jadi karena banyak produk teknologi yang pengembangannya tidak berorientasi pada kebutuhan nyata masyarakat," akunya.

Ia menegaskan bahwa bukan 100 persen salah masyarakat jika lebih memilih teknologi dari luar, karena kevakuman teknologi dari dalam negeri.

Menurut dia, seringkali ada perbedaan definisi `sesuatu-yang- berguna` antara pihak peneliti dan industri, ditambah lagi peneliti sering asyik sendiri dan tidak cukup sensitif terhadap permasalahan dan kebutuhan nyata.

Sementara itu, Asisten Deputi Difusi dan Diseminasi Iptek Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Santoso Yudo Warsono, tetap optimis menyambut 2010 dan melihat pentingnya inovasi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ekspor.

"Perlunya berinovasi tidak lepas dari kondisi komoditas ekspor kita yang masih didominasi produk-produk bahan baku atau barang setengah jadi. Padahal, jika produk tersebut diolah dulu akan bisa meningkatkan nilai tambah," katanya.

Menurut dia, sebenarnya sudah ratusan hasil inovasi yang telah dikembangkan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang seperti BPPT, LIPI, Batan, industri, bahkan masyarakat umum, yang siap diaplikasikan di sektor produksi.

"Baik dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam proses poduksi, meningkatkan kualitas produk, bahkan untuk memberikan nilai tambah bahan baku dari alam dengan pengembangan produk baru," katanya.

Contoh inovasi yang berpotensi menembus pasar dunia adalah apa yang telah dihasilkan oleh Linawati Hardjito dari IPB yang telah mengembangkan ekstrak, proses pembuatan, penggunaan dan formulasi biji mangrove sebagai bahan aktif tabir surya.

"Potensi sumber daya alam kita yang satu ini sering terlupakan, padahal masyarakat kita secara tradisional banyak yang memanfaatkan biji mangrove untuk pelindung dari sengatan matahari," katanya.

Walaupun masih memerlukan beberapa penyempurnaan seperti aroma agar lebih disukai oleh konsumen, namun hasil inovasi ini telah diincar oleh perusahaan asing dari Jerman, katanya.

Selain itu, BPPT pun saat ini telah menghasilkan berbagai inovasi yang bukan saja bisa menggantikan produk impor di dalam negeri tapi juga layak dipasarkan ke luar negeri, salah satunya adalah Pipa Apung dari Karet Alami.

Dengan pengembangan Pipa Apung ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri pengerukan dan perminyakan akan pipa karet apung yang saat ini masih diimpor.

Sedangkan LIPI juga mengembangkan berbagai riset yang dinilai aplikatif misalnya robot penjinak bom dan sudah digunakan kepolisian dalam penyergapan teroris, serta varietas padi Ciherang dari BATAN yang telah digunakan separuh petani Indonesia dan terbukti telah meningkatkan produktivitas padi nasional.

Dikuasai Asing

Sosiolog Dr Tamrin Amal Tomagola membantah ketidakberdayaan peneliti dalam negeri, karena teknologi yang dihasilkan ilmuwan Indonesia sebenarnya sudah cukup baik dan potensial menjadikan bangsa Indonesia bisa lebih mandiri.

"Namun teknologi yang dihasilkan dalam negeri selalu gagal ketika harus masuk pasar, karena seluruh pasar teknologi di dunia, termasuk di Indonesia, sudah dikuasai negara-negara maju, sedangkan untuk barang jadi sederhana juga sudah dikuasai China," katanya.

Tamrin mencontohkan mobil kecil yang diciptakan ilmuwan dalam negeri dengan harga murah sekitar Rp30 juta, irit bahan bakar, sangat bagus untuk jalan-jalan sempit dan tempat parkir di kota-kota di Indonesia, namun tetap tidak bisa dipasarkan.

Karena perusahaan-perusaha an mobil multinasional yang ada tidak akan bersedia memproduksinya dan hanya mau menggunakan teknologi dari negara asalnya, kata mantan Deputi bidang Dinamika Masyarakat Kementerian Ristek itu.

Bahkan teknologi tepat guna atau teknologi yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sehari-hari yang murah dan mudah digunakan sekali pun, kata dia, juga bisa dikuasai asing jika pemerintah terlalu membuka lebar-lebar keran impor.

Tamrin menambahkan, sangat disayangkan, masyarakat Indonesia yang semakin melek teknologi justru hanya dimanfaatkan negara-negara lain dengan dijadikan pasar teknologi dan tempat kapitalis berebut konsumen.

Sebaliknya, tambah dia, masyarakat Indonesia terus-menerus hanya memperkaya negara-negara maju dengan mengikuti tren-tren teknologi canggih seperti handphone, dan berbagai gadget lain yang menambah beban biaya impor namun efek produktivitasnya tak sebanding.

Untunglah Indonesia kaya sumber daya alam untuk ditukarkan dengan berbagai teknologi canggih itu. Kebijakan pasar bebas yang dianut selama ini tampaknya bakal terus menambah ketidakberdayaan bangsa.

Santosa menambahkan, perlu ada kebijakan agar semua pihak menggutamakan penggunaan produksi dan teknologi domestik atau barang dengan muatan teknologi lokal yang besar.

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengutamakan penggunaan teknologi hankam dalam negeri merupakan salah satu contoh pernyataan yang bagus dan perlu dikawal.
(*)

Oleh Oleh Dewanti Lestari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009