"Pada dasarnya kami akan menampung semua masukan, tentang pihak yang mendukung adanya revisi atau pun dari pihak yang tidak mendukung untuk kemudian dicari jalan tengahnya seperti apa," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Roy Suryo usai rapat dengar pendapat dengan beberapa prakstisi media dan informasi di Yogyakarta, Sabtu.
Namun demikian, ia menandaskan apabila terjadi revisi atau bahkan pencabutan terhadap UU ITE, maka akan ada beberapa kerugian yang dialami masyarakat karena tidak ada aturan hukum yang dapat memastikan kedudukan dari data-data elektronik, seperti pesan singkat dalam telepon genggam (sms), surat elektronik, rekaman suara dan juga rekaman audio visual.
"Keberadaan UU ITE tersebut adalah wajar dan juga berlaku di negara-negara lain, seperti di Amerika Serikat dan negara di Eropa. Karena UU tersebut ada untuk mengantisipasi kemajuan teknologi," katanya.
Hanya saja, lanjut dia, UU ITE tersebut memang belum dapat dikatakan sempurna, misalnya keberadaan pasal 27 ayat 3 yang mengatur tentang pencemaran nama baik.
Ia menyatakan, dalam penjelasan UU ITE, tertulis bahwa maksud dari pasal tersebut sudah jelas. "Padahal, banyak masyarakat yang belum mengetahui secara jelas maksud dari ayat tersebut," lanjutnya.
Roy mencontohkan, dua kasus yang belakangan menjadi pembicaraan yaitu kasus Prita dengan RS Omni dan perseteruan artis Luna Maya dengan pekerja infotaiment karena sama-sama mengeluarkan komentar dengan memanfaatkan internet.
"Kasus Prita memang dapat dijerat dengan UU ITE, karena Prita menunjuk nama orang secara langsung. Sedangkan kasus Luna Maya tidak dapat dijerat dengan UU ITE karena tidak ada nama seseorang yang disebut dalam tulisannya," katanya.
Apabila banyak masyarakat yang kemudian khawatir akan diseret ke pengadilan karena dinilai melanggar UU ITE, Roy Suryo menyatakan pemerintah perlu lebih berperan untuk melakukan sosialisasi tentang UU tersebut.
Pemerintah masih memiliki kewajiban untuk membuat sebanyak sembilan peraturan pemerintah (PP) sebagai penjabaran UU ITE tersebut.
"Kebebasan berpendapat sesuai dengan fakta tetap harus dihargai, tetapi kebebasan tersebut tidak dapat dilakukan secara absolut," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009