Jakarta (ANTARA News) - Iran menyongsong 2010 dengan kerusuhan dan ancaman perpecahan, setelah satu tahun dirongrong protes yang merenggut jiwa di jalan, guna memprotes Presiden Mahmoud Ahmadinejad, unjuk rasa paling buruk sejak jatuhnya Shah Iran.

Sementara itu ketegangan dengan Barat, terutama Amerika Serikat, dan ancaman sanksi lebih berat juga mengikuti perjalan negeri Persia itu, sehubungan dengan program nuklirnya.

Semua protes tersebut, yang meletus setelah Ahmadinejad terpilih kembali pada 12 Juni, mengguncang keutuhan 30 tahun kekuasaan Syiah. Kerusuhan itu membenturkan kubu ulama dan tokoh pembaruan dengan pemimpin spiritual Ayatollah Ali Khamenei --yang tampil secara terbuka mendukung Ahmadinejad.

Perpecahan politik yang kian dalam tersebut telah mengubah para tokoh utama yang membantu pemerintah setelah Revolusi Islam 1979 menjadi pengeritik yang lebih tajam.

Meskipun Iran dalam satu tahun ke depan diperkirakan akan terus berada di jalur benturan dengan negara utama di dunai sehubungan dengan program nuklirnya, di dalam negeri pemerintah harus menangani protes politik, dan pada saat yang sama berusaha menanggulangi ekonominya, yang dirundung inflasi.

Ratusan ribu pemrotes yang mendukung pesaing utama Ahmadinejad dalam pemilihan umum, Mir Hossein Mousavi, dilaporkan kantor berita trans-nasional membanjiri jalan setelah pemungutan suara pada Juni. Mereka menuding terjadi kecurangan dalam pemungutan suara untuk mempertahankan Ahmadinejad pada tampuk kekuasaan.

Jalan-jalan, menurut AFP, dipenuhi slogan anti-Ahmadinejad seperti "Kembalikan suara kami yang dicuri" dan "Mati lah sang diktator". Semua protes tersebut terus berkumandang di seluruh ibukota Iran selama enam bulan berikutnya.

Puluhan orang dilaporkan tewas dalam bentrokan di jalan, saat pemrotes bentrok dengan anggota milisi pro-pemerintah dan pasukan keamanan, yang menembakkan gas air mata dan memukuli pengunjuk rasa dengan tongkat serta rantai besi.

Meskipun menghadapi tindakan keras, para demonstran sejak itu terus melancarkan pertemuan terbuka anti-pemerintah, termasuk yang paling akhir pada 7 Desember, ketika upacara Hari Pelajar menjadi ajang bentrokan sengit antara polisi dan pemrotes.

Mousavi, mantan perdana menteri yang mengendalikan ekonomi Iran selama perang dengan pasukan Irak di bawah presiden Saddam Hussein pada 1980-an, telah menjadi "pelita" bagi gerakan oposisi yang kebanyakan terdiri atas pemuda dan sangat beragam.

Mousavi dan tokoh terkemuka pembaruan --Mehdi Karroubi, Akbar Hashemi Rafsanjani dan Mohammad Khatami-- kini dituduh oleh pemerintah sebagai "pemimpin kerusuhan".

Amnesty International menyatakan pelanggaran hak asasi manusia di Iran paling buruk dalam 20 tahun belakangan dan mendesak pemerintah agar menyelidiki tuduhan mengenai "penyiksaan, perkosaan dan pembunuhan".

Penindasan tersebut telah membuat para tokoh pembaruan dijebloskan ke dalam penjara dan dihukum dalam apa yang telah dicap oleh oposisi sebagai "pengadilan pameran", sementara pembatasan telah diberlakukan atas pers, termasuk pelarangan media asing meliput protes.

Beberapa wartawan Iran yang bekerja untuk pers asing telah ditangkap, termasuk seorang wartawan AFP yang ditahan selama empat hari pada November.

Namun pemrotes telah melangkahi banyak pembatasan dengan mengirim gambar dan rekaman video mengenai demonstran yang cedera ke jejaring sosial kondang Facebook dan Twitter dan jejaring berbagai video Youtube. Gambar tersebut mereka rekam secara diam-diam dengan menggunakan telefon genggam mereka.

Pemerintah telah bereaksi dengan memperlambat kecepatan Internet, dan secara rutin mematikan operasi jaringan telefon genggam.

Teheran juga telah menuduh negara besar di dunia, dan secara khusus menuduh Inggris serta Amerika Serikat, telah menyulut kerusuhan.

Dua diplomat Inggris di Teheran dideportasi, sementara sembilan pegawai kedutaan besar dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan memicu kerusuhan.

Sementara itu, negara besar yang dipelopori oleh Presiden AS Barack Obama merasa kecewa dengan penolakan Iran untuk menjernihkan masalah program nuklirnya dan telah mengancam akan menjatuhkan babak keempat sanksi PBB.

Percekcokan mengenai nuklir meningkat setelah Iran menolak kesepakatan bahan bakar nuklir yang diperantarai PBB dan menutup pembangunan instalasi kedua pengayaan uranium.

Pengungkapan instalasi itu di dekat kota suci Qom menambah marah negara besar, yang mencurigai Iran secara diam-diam membuat bom atom. Para pejabat Iran mengatakan Teheran mengejar teknologi nuklir untuk menghasilkan listrik.

Kerusuhan lagi
Polisi anti-huru-hara yang menggunakan tongkat bentrok lagi dengan pendukung oposisi di Teheran. Mereka memanfaatkan hari besar Syiah untuk melancarkan demonstrasi baru anti-pemerintah pada Sabtu (26/12), demikian laporan jejaring oposisi dan beberapa saksi mata.

Jejaring pembaruan Jaras, yang dikutip Reuters, juga menyatakan pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan pemrotes.

Personil keamanan juga menyerang satu bangunan yang digunakan oleh kantor berita Iran, ISNA, yang dikatakannya dijadikan tempat berlindung oleh sebagian demonstran selama kerusuhan.

Dua orang dilaporkan cedera saat polisi mengejar pengunjuk rasa ke dalam bangunan di pusat kota Teheran tersebut, kata seorang saksi mata.

Dalam tanda bahwa protes bertambah luas, seorang warga lain belakangan, menurut Reuters, mengatakan pendukung Mousavi bentrok dengan polisi di satu masjid di Teheran utara, tempat tokoh pembaruan mantan presiden Mohammad Khatami dijadwalkan berpidato.

Jejaring tokoh pembaruan itu menyatakan puluhan tokoh garis mengganggu pidato Khatami dengan menyerang tempat tersebut, yang berada di kompleks tempat mendiang pemimpin revolusi Ayatollah Ruhollah Khomeini dulu tinggal.

Bentrokan itu terjadi selama dua hari kegiatan keagamaan Syiah di Republik Islam tersebut, enam bulan setelah pemilihan umum yang jadi sengketa menjerumuskan negara salah satu penghasil minyak utama itu ke dalam kekacauan.

Kantor berita resmi Iran, IRNA, menyatakan perusuh di Teheran tengah tersebut hanya berjumlah 150 orang, dan menambahkan mereka ingin mengganggu upacara peringatan tapi polisi membubarkan mereka.

IRNA menuduh media asing membesar-besarkan pertemuan gagal perusuh dan berusaha mendorong orang agar turun ke jalan.

Pemerintah Iran telah memperingatkan oposisi pro-pembaruan agar tidak mengadakan pertemuan baru selama Tasu`a (hari kesembilan Muharram) dan Asyura (hari kesepuluh Muharram) pada 26-27 Desember, ketika umat Syiah berkumpul untuk memperingati syahidnya cucu Nabi Mohammad SAW, Imam Hussein bin Ali bin Abi Thalib AS, pada Abad VII.(*)

Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009