Jakarta (Antara) -- Pandemi Covid-19 yang mewabah hampir di seluruh dunia dinilai telah menunjukkan bagaimana korporasi membutuhkan teknologi adaptif dan kolaboratif yang aman untuk memastikan konektivitas tanpa kendala, terutama dalam menghadapi kondisi bisnis yang sulit dan volatilitas pasar. 

Hal tersebut terungkap dalam riset bertajuk “Business Continuity, Flexible Working and Adaptive Infrastructure: Five Actions for When the Economy Reopens Following COVID-19 yang diprakarsai oleh salah satu perusahaan TI global, Telstra.

“Pandemi ini telah menunjukkan kepada kita bagaimana bisnis memerlukan teknologi adaptif dan alat kolaborasi yang aman untuk menjamin konektivitas, terutama dalam menghadapi kondisi bisnis yang sulit dan pasar yang terus bergejolak," kata Managing Director Telstra Asia Pasifik Marjet Andriesse.

Melibatkan data dari lebih dari 120 pemimpin bisnis di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika Serikat, riset ini dilakukan untuk memberikan wawasan tentang mengkalibrasi ulang strategi TI. 

Hasil penelitian tersebut, lanjut Marjet, menunjukkan korporasi di wilayah Asia Pasifik, Eropa, dan AS sedang memperbarui strategi TI secara menyeluruh. 

"Dengan prioritas utama terkait proses kerja jarak jauh (remote). Ini termasuk berbagai inisiatif seperti memastikan karyawan dapat terhubung dengan aman saat mengakses aplikasi dan data," tambahnya.

Riset tersebut juga mengungkap bahwa hampir satu dari sepuluh perusahaan tidak memiliki Rencana Kesinambungan Bisnis (Business Continuity Plan/BCP) pra-COVID-19. Sementara organisasi-organisasi yang memiliki BCP, hampir sepertiga (29 persen) tidak memiliki rencana untuk menanggapi peristiwa global yang tidak terduga seperti pandemi. Di Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru (SEA dan ANZ), hanya 22 persen yang mengaku memiliki BCP lengkap.

Sementara itu, Direktur Layanan GlobalData Dustin Kehoe berpendapat korporasi sedang meninjau pendekatan baru untuk keterlibatan pelanggan (customer engagement). Hal ini terlihat dari pengadopsian contact center yang lebih mutakhir sebesar 57 persen di kawasan Asia Utara dan 52 persen di kawasan Asia Tenggara dan Australia-Selandia Baru.

"Hampir setengah dari responden telah mengadopsi cloud-first contact center strategy untuk meningkatkan kemampuan end to end guna menambah kecepatan dan kelincahan saat melayani pelanggan," paparnya. 

Dia juga memaparkan bahwa jaringan akan memainkan peran yang lebih penting dalam menghubungkan pekerja secara jarak jauh. Menurut hasil survei, delapan dari sepuluh bisnis memiliki sejumlah persentase karyawan yang tidak dapat bekerja karena tantangan TI. 

"Karena itu, salah satu prioritas utama TI saat ini adalah mendukung produktifitas tenaga kerja secara jarak jauh," pungkasnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020