Cirebon (ANTARA News) - Musyawarah Daerah (Musda) VIII Partai Golkar Kota Cirebon yang digelar di Grage Hotel, Minggu (3/1) diwarnai kericuhan antar kader. bahkan Musda yang juga membahas pemilihan ketua baru DPD Golkar Kota Cirebon pun mengalami "deadlock."

Berdasarkan pantauan, sejak musda memasuki agenda pembahasan tata tertib (Tatib) partai, kericuhan terjadi di luar ruangan. Puluhan kader Golkar yang tidak termasuk dalam struktur kepengurusan partai memaksa masuk dalam rapat kemudian dicegah oleh kader yang lain.

Akibatnya perang mulut pun terjadi. Sejumlah kader yang tidak puas atas perlakuan tersebut bahkan meminta Musda dibubarkan karena beranggapan rapat tersebut hanya rekayasa politik karena aspirasi dari beberapa tidak terwakili.

"Kami juga sama kader Golkar yang ingin memajukan Golkar. Kami ingin memberi masukan untuk kemajuan partai kita, jadi jangan halangi kami untuk masuk dan mengikuti rapat. Kalau kami tidak diperbolehkan masuk, maka rapat ini tidak sah dan harus dibubarkan," kata Wahyudi salah seorang kader Golkar dari Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI).

Setelah cukup lama saling beradu argumen, akhirnya ketua musyawarah, Iding Sodikin memperbolehkan empat orang kader non struktural partai tersebut boleh mengikuti rapat yaitu Didi Supriadi dan Wahyudi dari Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), Dudi dari Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), dan Yunasril dari Badan Hukum Hak Asasi Manusia Partai Golkar (Bakumham PG).

Begitu pun saat proses Musda berlangsung. Hujan interupsi dan perdebatan sengit antar kader Golkar peserta rapat kerap terjadi selama rapat berlangsung.

Terutama pada saat pembahasan Tatib tentang mekanisme pemilihan ketua DPD Partai Golkar yang baru apakah melalui voting dengan ketentuan 50 persen suara plus satu dinyatakan menang secara aklamasi atau dengan cara lain.

Selain itu, pembahasan syarat seorang calon ketua juga menjadi bahan perdebatan yang sulit menemukan ujung pangkalnya karena semua pihak punya pendapat masing-masing.

Bertepatan dengan itu pula, kericuhan kembali terjadi luar ruangan rapat. Puluhan kader Golkar yang lain mendesak memaksa masuk ke ruangan rapat dengan alasan ingin menyampaikan aspirasinya.

Melihat kondisi yang semakin tidak terkendali, akhirnya pimpinan rapat memutuskan Musda kali ini berakhir "deadlock" dan berencana akan melanjutkan Musda ini untuk waktu yang belum bisa ditentukan.

Di luar ruangan, Iding saat ditemui wartawan menyatakan belum dapat memberitahukan kapan Musda lanjutan akan digelar.

"Ada ketentuannya jika suatu rapat berakhir `deadlock` maka harus dilanjutkan paling lama satu bulan. Namun kami akan berupaya Musda lanjutan akan digelar secepatnya," kata Iding.

Menanggapi hal ini, tokoh Golkar Enggartiasto Lukita menduga kericuhan selama Musda berlangsung terjadi karena disusupi oleh simpatisan partai lain.

"Karena ini menarik perhatian mereka dan bisa dimanfaatkan sebagai kendaraan politiknya," ujar Enggar.

Menanggapi perdebatan tentang pemilihan calon ketua DPD Golkar, Enggar berpendapat untuk kepemimpinan di tingkat Kota/Kabupaten maksimal hanya dua periode saja.

"Berbeda dengan kepemimpinan di tingkat provinsi, itu ada kebijakan langsung dari Ketua Umum Partai Golkar yang berhak menerbitkan surat izin yang menentukan seseorang bisa menjadi ketua," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010