Mataram (ANTARA News) - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) belum mampu memenuhi tingginya permintaan kemiri dari para pengusaha yang berasal dari luar daerah seperti Bali dan Jawa.

"Permintaannya cukup tinggi. Itu bisa dilihat saat kita menggelar pasar lelang komoditi agro setiap tiga bulan sekali yang diikuti oleh pengusaha lokal dan pengusaha dari Pulau Bali dan Jawa," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB H. Hery Erpan Rayes di Mataram, Jumat.

Menurut dia, komoditas perkebunan itu selalu dicari pada saat pasar lelang, sehingga harganya cukup tinggi.

Para pengusaha dari Pulau Jawa dan Bali berani membeli kemiri kupas dengan harga Rp11 ribu hingga Rp12 ribu perkilogram (kg) tergantung dari kualitas barang, sedangkan kemiri gelondongan Rp3.500 perkg.

"Saat ini permintaan ada sekitar enam ton dengan harga yang lumayan tinggi. Tapi sayang, jumlah itu belum mampu kita penuhi karena saat ini stok sangat kurang," ujarnya.

Menurut dia, masalah kurangnya ketersediaan kemiri karena komoditas tersebut belum digemari untuk dibudidayakan oleh para petani di daerah ini. Selain itu, tanaman perkebunan itu lebih banyak tumbuh di daerah pegunungan, sehingga agak sulit mengetahui sebarannya.

"Pasokan kemiri terbesar saat ini masih dari Pulau Sumbawa, selebihnya dari daerah pegunungan di Pulau Lombok," ujarnya.

Selain kemiri, kata Rayes, komoditas perkebunan lain yang banyak dicari para pengusaha dari luar NTB, yakni kopi, kakao dan cengkeh.

Semua komoditas hasil perkebunan bukan hanya diburu pengusaha saat mengikuti pasar lelang komoditi agro, tetapi di luar pasar lelang juga.

Sebagian pengusaha dari Pulau Jawa dan Bali yang sering membeli komoditas hasil perkebunan ke NTB, telah memiliki jaringan bisnis dengan para petani di daerah ini dan sering melakukan transaksi hanya melalui telepon selain transaksi di pasar lelang komoditi agro.

"Pengusaha dari Jawa dan Bali sudah banyak yang menjalin hubungan bisnis dengan para petani di daerah ini. Kondisi seperti ini tentu menguntungkan petani karena untuk memasarkan hasil panen mereka sudah jelas. Ya tentunya harga yang diterima juga harus sama-sama menguntungkan," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010