Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, tindakan korupsi pada tahap kebijakan pemerintah lebih berbahaya dibanding korupsi pada tahap pelaksanaan di lapangan karena dapat merusak satu generasi.

"Korupsi yang mengatasnamakan kebijakan itu luar biasa berbahaya karena akibatnya merusak satu generasi," kata Jusuf Kalla dalam peluncuran buku "Korupsi Mengorupsi Indonesia" di Jakarta, Selasa.

Kalla mencontohkan, korupsi kebijakan misalnya adalah munculnya peraturan atau ketentuan yang melegalkan perusahaan membabat hutan-hutan di Tanah Air.

Selain itu, ujar dia, contoh korupsi kebijakan lainnya adalah perjanjian antarnegara yang hasilnya merugikan bangsa Indonesia.

Karenanya, ia mengritik pula kebijakan pemerintah yang mengekspor gas dengan harga murah kepada China, tetapi hal tersebut mengakibatkan minimnya persediaan gas yang dibutuhkan bagi produksi dalam negeri.

"Korupsi kebijakan seperti itu akibatnya lebih hebat dari korupsi di dalam pembuatan KTP," katanya.

Untuk itu, Kalla meminta kepada pemerintah agar dalam membuat kebijakan benar-benar dirumuskan secara terbuka dan memiliki manfaat bagi seluruh bangsa.

Salah satu calon presiden pada Pemilu 2009 itu juga mengingatkan, Indonesia memiliki potensi yang lebih besar dari China.

"Saya meyakini bahwa bangsa Indonesia akan maju luar biasa karena potensi kita lebih besar dari China," katanya.

Selain itu, Jusuf Kalla juga menyuarakan optimismenya bahwa Indonesia bisa memberantas korupsi yang telah merajalela di Tanah Air.

Sementara itu, pembicara lainnya, ekonom Faisal Basri mengemukakan, korupsi masih merajalela antara lain karena masih banyaknya warga yang miskin dan kurangnya keteladanan dari pemerintah.

Faisal menyayangkan kebijakan pemberian mobil mewah kepada pejabat negara di tengah kondisi 30 juta warga yang masih hidup di garis kemiskinan.

Ekonom UI itu mengajak pemerintah meneladani Khalifah Umar bin Abdul Azis yang mematikan lampu saat berbicara dengan anaknya karena biaya minyak yang digunakan untuk menghidupkan lampu tersebut diambil dari kas negara.

Acara peluncuran buku tersebut juga dihadiri antara lain Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana dan Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia (TII) Teten Masduki.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010