Padang (ANTARA News) - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumatra Barat Asnawi Bahar memperkirakan, industri nasional terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat imbas perdagangan bebas ASEAN-Cina.

"Ketika produk-produk Cina secara `full` memasuki pasar Indonesia, produksi nasional tidak terserap. Kalau selama ini tingginya Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) ditopang konsumsi masyarakat, namun ke depan, konsumsi masyarakat sudah dipenuhi produk-produk luar. Imbasnya, dalam jangka panjang industri nasional akan melakukan PHK secara massal," kata Asnawi di Padang, Rabu.

Menurutnya, produk-produk dalam negeri akan terpukul dengan masuknya produk-produk murah dari Cina. Kondisi ini akan berimbas kepada semua aspek dan ketika industri macet, sektor perbankan juga akan macet ditandai tingginya angka kredit macet.

Dia memperkirakan, tidak banyak industri nasional yang bisa bertahan, paling tidak selama ini untuk komoditi-komoditi yang menerima pesanan dari Cina. Namun itu tidak akan bertahan lama, karena Cina akan terus berusaha mengembangkan produknya.

"Cina selalu meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Pemerintahnya mendukung sepenuhnya iklim usaha melalui suku bunga pinjaman yang rendah, dan menjamin kepastian hukum. Kondisi ini berbeda dengan Indonesia, suku bunga pinjaman tinggi, dunia usaha dikenai tarif pajak yang sangat tinggi, mencapai 35 persen. Sementara kepastian hukum rendah, dan situasi politik masih gonjang-ganjing," katanya.

Asnawi mengkhawatirkan produksi dalam negeri tidak diserap pasar karena produsen dalam negeri justru beralih menjadi pedagang (distributor) produk-produk luar negeri dan menghentikan produksinya.

Dia mengingatkan kepada pemerintah untuk menegakkan regulasi secara konsisten, tidak hanya membuat regulasi, namun juga pengawasi pelaksanaannya.

Pemerintah juga harus memproteksi produksi dalam negeri, karena tidak ada satupun negara di dunia yang tidak memproteksi industri domestiknya, dari mengenai subsidi, dumping, keringanan pajak, sampai penurunan suku bunga pijaman dengan menekan perbankan.

"Kalau menikmati suku bunga pinjaman yang sama dengan negara-negara lain, saya menjamin pengusaha Indonesia bisa sama-sama bersaing. Kita tidak akan kalah, karena pengusaha kita juga mampu," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010