Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) meminta Presiden bersikap tegas terhadap permasalahan yang acap muncul antara BNP2TKI dan Kemnakertrans karena berdampak buruk pada program penempatan TKI.

"Jika kita menilik keberadaan Kepala BNP2TKI dan kontroversi yang muncul sejak Menakertrans Erman Soeparno dan kini Muhaimin Iskandar, maka bisa disimpulkan permasalahan ada pada sosok kepala Badan," kata Ketua Himsataki Yunus M Yamani di Jakarta, Kamis.

Berkaitan dengan itu Yunus meminta Presiden mengganti Kepala BNP2TKI dengan pejabat karir agar bisa bekerja sama dengan Menakertrans dan mengatasi pengangguran dan kemiskinan.

Yunus lalu mengutip sejumlah kondisi yang melemahkan program penempatan dan perlindungan TKI.

Dia menilai keberadaan BNP2TKI justru memberatkan dan menghamburkan anggaran keuangan negara karena kinerjanya tidak seimbang dengan capaiannya.

"Badan yang mendapat anggaran seratusan miliar itu hanya mampu menempatkan beberapa ribu TKI ke Korea setahun sementara perusahaan jasa TKI (PJTKI) yang mandiri mampu menempatkan 25-35 ribu TKI perbulan," kata Yunus.

Dia juga menyatakan BNP2TKI merupakan lembaga pemerintah nondepartemen tetapi justru banyak memberikan contoh untuk melakukan pelanggaran peraturan perundangan, baik UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, maupun Permenakertrans dan peraturan pelaksananya.

Sebagai contoh, Kepala BNP2TKI telah menempatkan dirinya sebagai pemain sekaligus wasit.

Di satu sisi sebagai pelaksana penempatan TKI pemerintah dengan pemerintah (G to G) tetapi dalam waktu bersamaan juga memberi pelayanan administrasi dan mengawasi PJTKI (swasta).

Kondisi ini, kata Yunus, merupakan pelanggaran UU No.39/2004 khususnya pasal 10 dan pasal 11 serta Permenakertrans dan peraturan pelaksana lainya tentang penempatan pelindungan TKI oleh PPTKIS.

BNP2TKI, juga telah melampaui wewenangnya dengan melaksanakan program Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) yang menjadi hak dan wewenang Kemnakertrans dan disnaker, dimana tidak ada satu pasal pun yang mengamanatkan kepada BNP2TKI untuk melaksanakan PAP terhadap TKI yang ditempatkan PJTKI, baik itu di dalam Undang-undang No. 39 tahun 2004 maupun dalam Permenakertrans RI.

"BNP2TKI telah melanggar batas-batas kewenangannya dengan melaksanakan pelayanan pemberian Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) kepada TKI yang ditempatkan oleh PPTKIS, sementara kewenangan itu ada di tangan Menakertrans yang dapat dilimpahkan kepada Disnaker kabupaten, kota atau provinsi seperti yang diatur dalam UU No.39/2004.

Yunus juga menyatakan BNP2TKI menempatkan ratusan TKI ke Selandia Baru tanpa dilengkapi KTKLN dan merekayasa penempatan seolah TKI tersebut berangkat perseorangan sedangkan kenyataannya tidak demikian.

Sejak bulan November 2009, Kemnakertrans telah mewajibkan seluruh PJTKI yang akan menempatkan TKI informal untuk mengikuti pelatihan di balai latihan kerja (BLK) selama 200 jam pelajaran.

"Kebijakan itu disepakati 97 persen PJTKI yang ada, tetapi BNP2TKI telah memberikan verifikasi atau rekomendasi kepada calon TKI yang akan ditempatkan ke Timur Tengah tanpa harus mengikuti pelatihan di BLK selama 200 jam pelajaran," kata Yunus.

BNP2TKI juga dinilai gagal mengelola pendataan TKI yang baru pulang dari luar negeri di Bandara Soekarno-Hatta karena pelaksanaannya di serahkan pada LSM.

Yang dinilai krusial adalah tumpang tindih wewenang dari penyelenggara penempatan G to G menjadi pengawas penempatan TKI oleh perusahaan swasta.

Dampaknya, setiap penataan penempatan dan perlindungan TKI oleh Kemnakertrans selalu dimentahkan oleh BNP2TKI sehingga membingungkan dan menurunkan wibawa pemerintah dan merugikan TKI.

"Demi perlindungan TKI dan pengentasan kemiskinann, kepastian hukum serta penghematan anggaran negara maka kami meminta Bapak Presiden RI mengganti Kepala BNP2TKI," kata Yunus.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010