Port-au-Prince (ANTARA News/Reuters) - Pemerintah Haiti menemukan sekitar 120.000 jasad akibat gempa pada 12 Januari, tapi angka terakhir dapat lebih tinggi puluhribuan, kata wanita juru bicara pemerintah pada Sabtu.

"Sudah sekitar 120.000 mayat kami temukan, tanpa menghitung yang dikumpulkan keluarga mereka," kata Menteri Penerangan dan Kebudayaan Marie-Laurence Jocelyn Lassegue.

"Kami sekarang berkeliling ke rumah duka untuk menghitung, tapi itu bisa menambahkan beberapa puluh ribu lagi," tambahnya.

Pemerintah memakamkan korban gempa itu di pemakaman massal.

Pejabat di Haiti memperkirakan jumlah korban akibat gempa itu antara 100.000 hingga 200.000.

Haiti pada Sabtu memakamkan korban gempa dan regu penolong menyelamatkan korban hidup dari reruntuhan.

Sementara itu, korban berjuang mendapatkan makanan dan uang tunai di tengah kelambanan pembagian bantuan.

Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak awal mengumumkan pemerintah Haiti menghentikan pencarian dan pertolongan, beberapa regu penolong masih mengorek puing berserakan di ibu kota negara itu, Port-au-Prince, 11 hari setelah gempa dahsyat tersebut.

Regu penolong dari Prancis, Yunani dan Amerika Serikat pada Sabtu secara berhati-hati berhasil menyelamatkan pemuda Haiti berumur 24 tahun dari satu hotel yang runtuh.

Pada 12 Januari, gempa berkekuatan tujuh pada skala Richter menewaskan sekitar 200.000 orang, kata pemerintah Haiti.

Gempa itu juga menyebabkan tiga juta orang cedera atau kehilangan rumah dan berteriak minta bantuan kesehatan, pangan dan air di negara termiskin di belahan bumi tersebut.

Korban selamat ditampung di tenda di tempat terbuka dalam keadaan kotor. Terdapat sekitar 300 tenda di seluruh Port-au-Prince.

Rakyat mengeluhkan tidak mendapat cukup bantuan, meskipun terdapat upaya bantuan dunia pimpinan Amerika Serikat.

Saat menjawab kecaman, Kepala Badan Pembangunan Amerika Serikat, Rajiv Shah, mengatakan, lembaganya melakukan semua itu, meskipun dalam keadaan sulit.

"Ukuran kerusakan dan dampak kemanusiaan jelas tak sejalan. Kami tak pernah bisa memenuhi keinginan mereka secepat mungkin," kata Shah kepada kantor berita Inggris Reuters.

"Kami ke sini untuk memberi bantuan dalam waktu lama," katanya menegaskan.

Pekerja bantuan menghadapi tantangan sangat besar dalam mendapatkan makanan dan air, yang dibagikan di kota runtuh dan penuh puing serta banyak korban luka dan kehilangan rumah itu.

"Tak satupun bisa memahami itu sebelum datang ke sini," kata Gina Jackson dari Badan bantuan Amerika Serikat (USAID).

Pejabat Program Pangan Dunia memperkirakan beberapa bantuan mencapai lebih dari dua pertiga sampai di tenda korban selamat.

Di tengah duka cita, terdapat tanda kehidupan pulih di negara miskin Karibia itu.

Warga Haiti menunggu di luar bank, yang dijadwalkan buka kembali pada Sabtu. Dengan uang tunai di tangan, mereka berharap dapat membeli makanan dan kebutuhan pokok.

Di Unibank di kawasan Petionville, mobil berjajar dua blok menunggu anjungan tunai mandiri buka.

Di bank lain, petugas mendorong kerumunan nasabah, yang tak sabar mengambil uang tunai, karena sudah beberapa jam antri.

Toko swalayan Big Star buka kembali pada Jumat untuk menjual sejumlah kebutuhan, seperti, daging dan cokelat, untuk Hari Valentin, tapi manajernya menyatakan belum memperoleh kiriman, sementara barang jualannya kemungkinan segera habis.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010