Karimun, Kepri (ANTARA News) - Raja Syahrial alias Herman (24) dan Raja Fadli alias Deli (21), divonis mati karena terbukti melakukan pembunuhan berencana di Desa Telaga Tujuh, Kecamatan Durai, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, pada Jumat, 5 Juni 2009.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Leo Sukarno dengan anggota I Made Adicandra serta Veronica Sekar Widuri di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Kamis.

Dalam amar putusan majelis, Leo mengatakan hukuman tersebut setimpal dengan perbuatan pembunuhan terhadap terhadap korban Tio Lihuat (52) dan anak perempuannya, Sukeng alias Juliana (15).

Dia mengatakan, berdasarkan keterangan para saksi, fakta, bukti serta pengakuan di persidangan, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan kesatu primer jaksa penuntut umum (JPU), yaitu Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama.

``Perbuatan yang dilakukan keduanya bersama Fachrul Razi alias Pak Itam(17), telah memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan tersebut,`` katanya.

Dia menjelaskan, ketiganya telah merencanakan untuk merampok korban di sebuah rumah kosong tidak jauh dari tempat kejadian perkara, pukul 23.00 WIB atau 1,5 jam sebelum mereka beraksi.

Rencana tersebut berawal ajakan Raja Fadli kepada Raja Syahrial dan Fachrul Razi alias Pak Itam yang mengaku sebelumnya pernah menyatroni rumah korban dan berhasil mendapatkan uang Rp13 juta.

``Jika melawan habisi saja,`` ungkap Leo mengutip rencana yang mereka susun.

Unsur berencana tersebut, lanjut dia, juga terungkap dari barang bukti berupa clurit yang sengaja dipersiapkan terdakwa Raja Fadli dan saat beraksi ketiganya menutup wajah dengan kain.

``Terdakwa Raja Syahrial dan Raja Fadli masing-masing juga menelan 50 butir pil destro dengan maksud menghilangkan rasa takut,`` ucapnya.

Majelis hakim yang dibantu panitera pengganti Rahman Siregar dan Al Masih tersebut juga mengatakan bahwa perbuatan ketiganya tergolong sadis, karena korban Tio Lihuat yang sedang tidur di ruang tengah dihabisi dengan cara wajah dibekap dengan bantal, hidung dicongkel dengan jari hingga robek serta leher dicekik lalu digorok dan kedua tangan dan kaki disayat dengan clurit.

Sedangkan Sukeng juga dihabisi dengan cara dibekap dengan bantal, leher digorok kemudian diperkosa oleh terdakwa Raja Syahrial ketika sedang sekarat.

Setelah dihabisi, ketiganya mengambil barang-barang berharga milik korban, seperti sejumlah uang senilai Rp5,6 juta, sejumlah uang ringgit Malaysia dan dollar Singapura, dua unit HP Nokia type N70 dan 6500, perhiasan emas, buku tabungan serta sejumlah kartu ATM.

``Mayat kedua korban lalu di buang ke laut,`` katanya.

Majelis juga mengatakan, bahwa dengan terpenuhinya unsur-unsur dakwaan kesatu primer tersebut, maka dakwaan subsidair Pasal 339 jo Pasal 55 ayat 1 (KUHP), dakwaan kedua Pasal 365 KUHP dan ketiga Pasal 82 Undang-undang Nomor 22 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak perlu dipertimbangkan lagi.

``Hukuman yang dijatuhkan setelah kami mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa,`` katanya.

Hal-hal yang memberatkan yaitu melanggar hukum, tergolong sadis dan tidak berprikemanusiaan.

``Sedangkan yang meringankan tidak ada,`` ucapnya.

Selain itu, majelis juga memerintahkan kedua terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing Rp2.500.

Majelis memutuskan barang bukti seperti clurit, senter untuk dimusnahkan dan kasur, bantal serta sejumlah uang tunai dikembalikan pada orang yang berhak menerimanya.

Usai pembacaan putusan, kuasa hukum kedua terdakwa, Suryadi, menyatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau.

Sedangkan Tim JPU Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun yang diketuai Izhar menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.

Vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim tersebut sama dengan tuntutan JPU yang dibacakan dalam persidangan 7 Januari lalu.


Di Bawah Umur

Sementara itu Fahcrul Razi alias Pak Itam (17), terdakwa lain dalam kasus tersebut, telah diputus Pengadilan Tinggi Riau hukuman kurungan selama 9 tahun tertanggal 28 Oktober 2009 dengan nomor putusan banding 373/PID/2009.

Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU Maruhum yang menuntut Fachrizal sepuluh tahun penjara.

Fachrizal merupakan terdakwa yang masih di bawah umur, sehingga hukuman yang dijalaninya lebih ringan separuh daripada terhadap orang dewasa.

Pada persidangan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun sebelumnya, dia divonis penjara seumur hidup.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010