Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bungkam tentang penetapan tersangka kasus dugaan korupsi impor sapi di Departemen Sosial.
Telepon dan pesan singkat yang dikirimkan kepada empat pimpinan KPK di Jakarta, Sabtu malam, tidak terjawab.

Keempat pimpinan yang dihubungi tersebut adalah Pelaksana tugas sementara Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan tiga Wakil Ketua, yaitu Chandra Martha Hamzah, Bibit Samad Rianto, dan Haryono Umar.

Sampai dengan pukul 23.30 WIB, keempatnya tidak merespon pertanyaan tentang penetapan tersangka dalam kasus itu. Bahkan, telepon seluler mereka tidak bisa dihubungi.

Satu-satunya pimpinan KPK yang menjawab telepon adalah Wakil Ketua, M Jasin. Namun, dia juga tidak bersedia menjawab pertanyaan tentang kasus itu.

Ketika ditanya apakah seorang berinisial BC telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu, Jasin hanya menjawab, "Coba tanya kepada yang membidangi."

Maksud Jasin adalah hal itu seharusnya terlebih dahulu dijawab oleh pimpinan KPK yang membidangi penindakan tindak pidana korupsi, yaitu Tumpak, Bibit, dan Chandra.

Jawaban serupa juga diungkapkan oleh Juru Bicara KPK, Johan Budi. Dia tidak bisa memberikan jawaban tanpa izin pimpinan.

Johan juga tidak bersedia menjawab apakah BC telah ditetapkan sebagai tersangka. "Nanti coba saya cek lagi," katanya.

Pimpinan KPK tidak segera mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi impor sapi tersebut.

Padahal, beberapa minggu sebelumnya, Tumpak Hatorangan Panggabean sudah menyatakan kasus itu sudah masuk dalam tahap penyidikan. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh M Jasin beberapa hari setelahnya.

Hal itu tidak seperti kebiasaan KPK yang selalu meningkatkan kasus ke tahap penyidikan bersamaan dengan penetapan tersangka.

Sumber informasi menyebutkan, KPK mulai menyelidiki kasus tersebut sejak 2007.

Kasus impor sapi sebenarnya terjadi pada 2004, saat Departemen Sosial dipimpin oleh Bachtiar Chamsyah.

Pada 2007 Komisi Pemberantasan Korupsi gencar menertibkan rekening liar di Departemen Sosial. Rekening tersebut awalnya diduga untuk membiayai proyek pengadaan sapi, mesin jahit, dan sarung di departemen tersebut.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2005 juga menyimpulkan adanya beberapa dugaan penyimpangan, termasuk pada proyek pengadaan sapi dan mesin jahit.

Sumber informasi menyebutkan, proyek impor sapi dilakukan melalui penunjukan rekanan secara langsung oleh Direktorat Jenderal Bantuan Jaminan Sosial, Departemen Sosial, melalui surat usulan nomor 48 D/BP-BSFM/IX/2004.

Alhasil, Departemen Sosial menggandeng sebuah perusahaan sebagai rekanan. Salah satu petinggi perusahaan itu diduga memiliki hubungan darah dengan tokoh nasional terkemuka.

Perusahaan itu bertugas mengimpor 2.800 ekor sapi Steer Brahman Cross dari Australia.

Ketika proyek berjalan, perusahaan itu diduga menjual sejumalh ekor sapi. Pada akhirnya, perusahaan itu tidak mampu menyetor sekira 900 ekor sapi.

Namun, kekurangan itu disembunyikan dan seolah-olah proyek berjalan sesuai rencana. Sejumlah sumber informasi menyatakan, pemilik perusahaan itu diduga mendapat bantuan dari pengusaha lain yang sering muncul dalam pemberitaan, untuk menutup kekurangan sapi tersebut.

Selain, mengusut dugaan korupsi impor sapi, KPK juga mengusut kasus pengadaan sarung dan mesin jahit di Departemen Sosial.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010