Semarang (ANTARA News) - Sebanyak 116 ahli waris anggota TNI-AD di jajaran Komando Daerah Militer (Kodam) IV/Diponegoro yang meninggal dunia dan personel yang cacat fisik saat tugas operasi, menerima santunan dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Santunan sebesar lima juta rupiah per orang itu diserahkan oleh Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Budiman, kepada seluruh ahli waris dan personel TNI-AD dalam acara "Penyerahan Bantuan KSAD bagi Prajurit Penyandang Cacat Tugas Operasi dan Ahli Waris" di Semarang, Rabu.

"Jangan pernah kecewa atau menyerah dengan kondisi cacat yang dimiliki, sebab kekecewaan akan mendatangkan rasa frustasi dan menimbulkan dorongan untuk berbuat salah," kata Budiman.

Ia mengaku, dirinya sangat merasakan kesedihan yang dirasakan para ahli waris personel TNI-AD yang meninggal dunia dan personel yang mengalami cacat fisik.

Adiknya yang berpangkat lettu, katanya, juga gugur saat menjalankan tugas di Aceh pada 2004.

"Sebelumnya, mendiang adik saya sempat berpesan melalui telepon untuk menjaga istri dan anaknya, apalagi istrinya juga tengah mengandung dan menjelang melahirkan," katanya.

Ia mengakui, nilai santunan itu sebenarnya juga tidak seberapa dibandingkan dengan beban yang dipikul oleh keluarga sepeninggal suami dan anaknya, serta beban yang dipikul para personel yang mengalami cacat fisik.

"Saya berharap para keluarga yang telah ditinggalkan dapat tabah dan sabar dalam menjalani kehidupan selanjutnya, termasuk para personel yang mengalami cacat fisik, sedangkan yang belum sembuh dapat segera pulih dan segera menjalankan tugasnya kembali," katanya.

Para penerima santunan itu terdiri atas 112 ahli waris personel yang meninggal dunia dan empat personel yang cacat fisik dalam kurun waktu antara 2002-2007.

Serka Wagiman, salah satu personel penerima santunan itu, mengatakan, dirinya sempat kecewa dengan kondisi yang dialami sebab pahanya tertembak saat bertugas di Aceh.

"Namun saya akhirnya menerima kondisi ini, apalagi melihat teman-teman lain yang sampai diamputasi," katanya.

Pada kesempatan itu ia menceritakan pengalamannya bersama 11 orang, ketika itu, akan menyisir perkampungan untuk mengeliminasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Namun, katanya, sekitar 15 kilometer memasuki hutan dihadang serombongan GAM dan terjadi kontak senjata yang mengakibatkannya tertembak.

"Kejadiannya sekitar Tahun 2004, saat itu pangkat saya masih sertu, namun saya bersyukur karena sampai saat ini masih dapat menjalankan tugas," kata Wagiman yang kini menjadi anggota Komando Distrik Militer (Kodim) 0703 Cilacap tersebut.
(U.PK-ZLS/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010