Karbala, Irak (ANTARA News/AFP) - Penyerang bunuh diri menabrakkan mobil yang berisi bom ke rombongan orang Syiah di Irak tengah, Rabu, menewaskan 23 orang, termasuk wanita dan anak-anak.

Pemboman itu, serangan mematikan kedua pada pekan ini, dilakukan terhadap peziarah yang berjalan kaki di daerah pinggiran kota suci Karbala, sebelah selatan Baghdad, dimana kaum Syiah berkumpul untuk melakukan ritual Arbaeen. Sebanyak 147 orang juga cedera dalam pemboman tersebut.

Ritual Arbaeen dilakukan 40 hari setelah Asyura yang memperingati pembunuhan tokoh paling keramat Syiah, Imam Hussein, oleh pasukan kalifah Sunni Yazid pada 680 Masehi.

Seorang pejabat kesehatan senior di Karbala yang memberikan angka kematian itu mengatakan, sedikitnya satu wanita dan tiga anak termasuk diantara mereka yang tewas. Korban-korban yang cedera dirawat di dua rumah sakit di kota itu.

Seorang pejabat kementerian dalam negeri yang mengkonfirmasi angka korban itu mengatakan, penyerang meledakkan bis yang membawa bom.

Namun, walikota Karbala mengatakan, penyerang menggunakan mobil dalam pemboman tersebut.

Korban-korban itu sedang melakukan perjalanan dari Hilla di provinsi Babil dan termasuk diantara puluhan ribu orang Syiah, banyak diantaranya dari negara tetangga, Iran, yang sedang menuju kompleks masjid Imam Hussein di Karbala, salah satu tempat suci Syiah.

Peziarah Syiah terus memadati kota itu Rabu meski terjadi serangan, menurut wartawan AFP di kota itu, dimana puluhan ribu polisi dan prajurit ditempatkan untuk mengamankan acara tersebut.

Dua hari sebelumnya, Senin, seorang wanita pembom bunuh diri melancarkan serangan di tengah massa peziarah yang sedang menuju Karbala untuk melakukan ritual tersebut, menewaskan sedikitnya 41 orang dan mencederai lebih dari 100 lain.

Kantor Perdana Menteri Nuri al-Maliki menuduh serangan Senin itu dilakukan oleh pengikut partai Baath kubu almarhum Saddam Hussein.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.(M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010