Kudus (ANTARA News) - Ratusan orang warga Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, Jateng, Selasa, mengikuti ritual kirab (parade) air "salamun" atau air keselamatan untuk mendapatkan berkah.

Air salamun yang diambil dari sumur tua peninggalan Sunan Kudus yang terdapat di Masjid Wali Al Makmur di Desa Jepang itu dipercaya dapat memberi keselamatan dan kemakmuran bagi warga yang memanfaatkannya.

Ritual tahunan tersebut akan diselenggarakan pada Rabu "Wekasan" atau hari Rabu terakhir pada bulan Hijriyah.

Sebelum mendapatkan air tersebut, ratusan orang mengikuti prosesi kirab air salamun. Peserta kirab adalah warga setempat dan pelajar dari sejumlah sekolah tingkat SLTP dan SLTA, murid Taman Kanak-kanak (TK) serta kelompok bermain atau "play group".

Masing-masing peserta, menampilkan sejumlah kesenian dan hasil kerajinan khas daerah, seperti rebana, hasil kerajinan dari bahan bambu yang diperagakan sejumlah ibu-ibu, mainan tradisional yang memanfaatkan bahan sabut kelapa, hingga sejumlah warga yang berpenampilan sebagai Sunan Kudus dan Ario Penangsang.

Selain itu, gunungan hasil bumi dan miniatur Menara Kudus yang terbuat dari makanan tradisional seperti bikang, sarang madu, dan rengginang, serta dua kendil dari tanah liat sebagai simbol untuk menampung air keselamatan juga ditampilkan untuk diarak keliling jalan di desa setempat.

Setelah kirab selesai, dilanjutkan dengan ritual doa yang dipimpin oleh ulama setempat.

Begitu doa selesai, ratusan warga yang sejak siang sekitar pukul 14:00 WIB memadati kompleks Masjid Wali Al Makmur, langsung berebut gunungan yang terbuat dari hasil bumi dan miniatur Menara Kudus.

Mimi (32), salah seorang warga yang ikut berebut gunungan hasil bumi mengaku, ingin mendapatkan berkah dari hasil bumi tersebut. "Untuk mengikuti ritual air `salamun` ini, saya harus izin kantor terlebih dahulu," ujarnya.

Pasalnya, kata dia, ritual tersebut hanya terjadi setiap tahun sekali.

Selain ingin mendapatkan gunungan dari hasil bumi, ibu dua anak tersebut, juga ingin mendapatkan air keselamatan atau air salamun. "Hanya saja, untuk mendapatkan air tersebut harus menunggu magrib," ujarnya.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh pengelola Masjid Al Makmur sekaligus ketua panitia ritual air "salamun", Ridwan yang mengatakan, air salamun mulai dibagikan setelah magrib. "Menurut ajaran kami, hari Rabu (pergantian hari-Red) dimulai setelah magrib, sehingga pembagian airnya dilakukan setelah magrib," ujarnya.

Untuk mengantisipasi ratusan warga berebut mendapatkan air salamun, disiapkan puluhan petugas yang akan membantu membagikan air dari sumur peninggalan Sunan Kudus tersebut.

Selain itu, panitia juga menyiapkan tempat antrean khusus yang terbuat dari bambu agar masyarakat yang antre lebih tertib dan tidak berdesak-desakan di pintu gerbang masjid.

Salah seorang warga yang ikut antre mendapatkan air salamun, Ahmad mengaku, ingin mendapatkan berkah air yang diambil dari sumur peninggalan wali tersebut.

"Apalagi, air yang berasal dari sumur tersebut juga didoakan oleh ulama setempat," ujarnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Abdul Hamid ketika membacakan sambutan Bupati Kudus Musthofa Wardoyo mengatakan, potensi kebudayaan lokal Kudus cukup besar dan berpotensi menjadi objek wisata religi.

"Hanya saja, pengembangannya belum optimal, meskipun kontribusinya bagi perekonomian lokal cukup besar," ujarnya.

Ia juga mengajak masyarakat, untuk bersama-sama melestarikan budaya lokal tersebut agar tetap terjaga, sehingga upaya pengembangan objek wisata budaya lokal bisa berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
(U.PK-AN/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010