Jakarta (ANTARA News) - Pembongkaran 168 villa di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun mulai dilakukan paling lambat sebulan lagi, setelah pemda kabupaten Bogor memberi tiga kali peringatan.

"Sebelum dibongkar habis, pemilik 168 villa itu akan diberi surat peringatan sebanyak tiga kali dalam rentang waktu tujuh hari. Jadi paling lambat dalam satu bulan ke depan, seluruh villa itu harus sudah dibongkar Pemda setempat," kata Direktur jenderal PHKA Kementrian Kehutanan, Darori, di Jakarta, Minggu.

Untuk keperluan pembongkaran itu, Kementerian Kehutanan berkoordinasi dengan Muspida di Jawa Barat.

Mulai Senin (15/4), katanya, Kepala Balai yang mengelola kawasan hutan akan menyurati Bupati kabupaten Bogor untuk meminta bantuan pembongkaran villa tersebut karena mereka yang punya perangkat. "Setelah menerima surat Kepala Balai pengelolaan hutan itu, Pemda melanjutkannya dengan menyurati para pemilik villa di kawasan tersebut," katanya.

Keputusan membongkar villa itu diambil, katanya, setelah Kemenhut mengundang para pejabat daerah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan instansi terkait lainnya melakukan rapat koordinasi untuk menangani masalah pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan villa dan pemukiman.

"Dalam rapat koordinasi itu memang tidak ditemukan ada pemilik lahan yang memperoleh sertifikat kepemilikan tanah di kawasan tersebut. Kalau ada, KPK akan perika BPN setempat."

Prinsipnya, seluruh bangunan yang dinilai merugikan di kawasan taman nasional, terutama villa mewah, tetap akan dibongkar.

Sementara masyarakat tradisional yang sudah menempati kawasan ini akan diberi kesempatan untuk melanjutkan usaha pertaniannya. Mereka yang berada di zona inti taman nasional akan dipindahkan, kata Darori.

Selain itu, mereka juga tidak diizinkan mendirikan bangunan yang merusak kelestarian hutan. Meski demikian, menurutnya, mereka diperkenankan menduduki kawasan itu dengan melakukan penanaman pohon yang produksi, sehingga menunjang dan menjaga kelestarian hutan, bukan memilikinya.

"Kawasan hutan itu statusnya tetap tanah negara yang tidak diizinkan terjadi transaksi jual beli bersifat perorangan atau kelompok."

Menjawab pertanyaan tentang pemanfaatan kawasan hutan konservasi seluas 260 ha oleh pengurus Legiun Veteran Pusat, menurut Darori, masih dalam proses pertukaran lahan dengan areal di Desa Ciwelad seluas 256 ha. "Sampai sekarang, prosesnya belum jelas karena status alih fungsi kawasan hutan konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun belum diubah."

Jika pengurus Legiun Veteran ingin melakukan tukar guling, katanya, terlebih dahulu status kawasan hutan konservasi diubah dulu menjadi hutan produksi.

"Apabila sudah memperoleh status kawasan hutan produksi oleh Kementerian Kehutanan, baru bisa dilakukan tukar guling. Jadi sekarang ini belum bisa dilakukan tukar guling," katanya. (A027/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010