Denpasar (ANTARA News) - Areal pertanian di Bali terus berkurang akibat alih fungsi lahan untuk berbagai kepentingan yang belakangan ini setiap tahunnya menyusut sampai 750 hektare.

"Pembangunan yang berkembang pesat, terutama sektor pariwisata, menyebabkan peralihan fungsi lahan pertanian itu tidak dapat dihindari," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia di Denpasar, Selasa.

Menurut dia, peralihan fungsi lahan pertanian yang cukup luas itu menyebabkan eksistensi kebudayaan agraris semakin terancam, sehingga kurang menguntungkan terhadap upaya pengembangan, penggalian dan pelestarian seni budaya Bali.

"Jika organisasi pertanian tradisional `subak` sampai sirna, maka kebudayaan agraris kita bisa hancur. Ini otomatis akan membuat kita gagal mempertahankan ketahanan pangan," ujar Prof Windia.

Selama ini, falsafah Tri Hita Karana, yang intinya keharmonisan hubungan sesama umat manusia, dengan lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa, telah mendarah daging dalam pengembangan subak maupun kehidupan sehari-hari.

Keberadaan subak sangat penting dalam pengembangan pertanian dan peranan tersebut tidak bisa digantikan oleh lembaga lain.

"Oleh sebab itu nilai-nilai Tri Hita Karana tercermin dalam budidaya tanaman padi. Subak memiliki peran sebagai penyangga ketahanan pangan, sekaligus mendukung kelestarian lingkungan," ucapnya.

Berdasarkan hal tersebut, pembangunan sektor pertanian di Bali dalam lima tahun mendatang perlu menitikberatkan sistem ketahanan pangan berbasis kemampuan produksi, diversifikasi pangan, kelembagaan dan budaya lokal.

Kebijakan pemerintah juga perlu mendorong pola agribisnis yang berorientasi global, dengan mengembangkan produk unggulan yang mampu memenangkan persaingan.

Menurut Windia, petani harus mulai mengembangkan agribisnis, yakni dalam satu kawasan dikembangkan berbagai jenis komoditi unggulan, dengan harapan mampu menunjang program ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Areal persawahan yang terus menyusut, harus diprioritaskan untuk pengembangan produksi pangan, dengan komoditi utama beras, dengan tetap didukung sistem pengairan tradisional, subak, tambahnya.(I006/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010