Sanaa (ANTARA News/AFP) - Sebanyak 187 anak dilaporkan tewas sejak Agustus 2009 dalam konflik di Yaman utara, demikian catatan organisasi hak asasi anak setempat, SEYAJ, dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB untuk Anak-anak (UNICEF).

Laporan itu juga menuduh gerilyawan Syiah di Yaman utara dan milisi pro-pemerintah telah menggunakan tentara anak dalam konflik tersebut.

Ada 71 % dari ke 187 anak itu dilaporkan SEYAJ dan UNICEF, tewas dalam pertempuran, sementara sisanya meninggal karena tidak tercukupinya pangan atau pelayanan media.

Putaran paling belakangan dari konflik enam tahun antara gerilyawan, juga dikenal sebagai al-Huthi, dan pasukan pemerintah itu mulai pada 11 Agustus, ketika pemerintah melancarkan serangan mati-matian yang dimaksudkan untuk menghancurkan aksi perlawananan.

Arab Saudi terseret dalam kekacauan itu pada 4 November 2009, setelah menuduh gerilyawan telah membunuh seorang penjaga perbatasan dan menduduki dua desa di wilayahnya.

Pertempuan itu berpusat di provinsi Saada dan Amran di Yaman utara.

Laporan tersebut mengatakan ada tentara anak pada kedua belah pihak dalam konflik itu -- 402 anak yang berperang untuk al-Huthi dan 282 anak yang bertempur untuk milisi pro-pemerintah.

Namun, laporan itu juga menyebutkan bahwa jumlah sebenarnya tentara anak itu mungkin jauh lebih tinggi.

Laporan itu megutip informasi dari sejumlah saksi ketika mengindikasikan bahwa sekitar separuh petempur dalam milisi pemerintah berusia di bawah 18 tahun, sementara lebih separuh dari semua tentara al-Huthi di bawah usia tersebut.

Penelitian di daerah-daerah di Saada dan Amran mendapati 73.926 anak terlantar muncul di kedua provinsi itu -- terdiri atas 37.387 anak laki-laki dan 36.539 anak perempuan, kata laporan itu.

Dari jumlah itu 42 persen menderita kekurangan gizi, 25 persen infeksi pernafasan dan 19 persen penyakit kulit, paparnya.

Laporan itu menyatakan bahwa hanya tiga persen dari anak-anak itu yang mendapat akses ke pendidikan. Pertempuran itu menimbulkan korban besar pada infrastrukur di wilayah Saada, katanya.

Dua dari 18 rumah sakit di provinsi itu dan tiga dari 17 pusat kesehatannya hancur. Sebanyak 17 dari 701 sekolah di wilayah itu juga hancur, dan 16 di antaranya telah digunakan untuk tujuan militer.

Laporan itu menyerukan ditingkatkannya bantuan kemanusiaan untuk orang-orang terlantar, meminta semua pihak untuk menjamin lewatnya dengan aman konvoi bantuan, dan cara untuk memberi anak-anak akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan.

SEYAJ dan UNICEF juga meminta dilakukannya penelitian terhadap pengaruh perang tersebut pada anak-anak, dan pengumpulan berlanjut data statistik mengenai korban perang, terutama sekali anak-anak, dan juga kerusakan infrastruktur.

Mereka menegaskan, "komisi yang tidak memihak" sebaiknya dibentuk untuk menyelidiki "kejahatan dan pelanggaran saat perang, dan dampaknya pada anak-anak".
(Uu.S008/C003/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010