Jakarta (ANTARA News) - Direktur Media Arrahmah Network yang dituduh sebagai anggota jaringan terorisme, Muhammad Jibril Abdul Rahman, diancam dengan dua pasal tindak pidana terorisme.

Kedua pasal tersebut, yakni, Pasal 13 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 266 ayat (2) KUHP.

Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana Muhammad Jibril Abdul Rahman, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.

Jaksa Penuntut umum (JPU), Firman Syah, menyatakan, bahwa terdakwa dengan sengaja menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

"Yang mana informasi tersebut tidak terdakwa laporkan kepada pihak yang berwajib yang mengakibatkan terjadinya ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton di Mega Kuningan Jakarta pada 17 Juli 2009," katanya.

Disebutkan, perbuatan tersebut dilakukan oleh Noordin M Top selaku Amir Tanzim Al Qaeda Abu Muawwid Hafidzohullah bersama-sama dengan Ibrohim, Syaefudin Zuhri dan kawasan.

"Perbuatan tersebut diancam pidana Pasal 13 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," katanya.

JPU juga menggunakan bukti-bukti email mengenai keterlibatan terdakwa dalam tindak pidana terorisme.

JPU juga menyebutkan terdakwa dengan sengaja menggunakan paspor Nomor S335026 atas nama Muhammad Ricky Ardhan berangkat ke Mekkah yang identitas dalam paspor tersebut adalah palsu sehingga bertentangan dengan kebenaran.

"Perbuatan terdakwa sebagai diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (2) KUHP," katanya.

Dalam dakwaan, disebutkan, terdakwa pada Agustus 2008 sampai Agustus 2009 bertempat di Kantor Media Arrahmah Network, di Bintaro Jaya, Tangerang, terdakwa Sonny Jayadi dkk dengan sengaja memberikan bantuan.

"Atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme yaitu menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme," katanya.

Ia menyebutkan terdakwa pernah bertemu dengan Noordin M Top (teroris yang tewas di Solo) di Pondok Pesantren Lukmanul Hakim yang terletak di Johor Baru, Malaysia.

Dengan demikian, kata JPU, terdakwa dengan Noordin M Top sudah sejak lama mempunyai hubungan emosional sebagai seorang murid terhadap gurunya.

Kemudian, pada akhir September 2008, menjelang Hari Raya Idul Fitri setelah selesai melaksanakan ibadah umroh dan ketika terdakwa hendak pulang ke Indonesia.

"Terdakwa ditangkap oleh petugas imigrasi Bandara King Abdul Aziz Kerajaan Arab Saudi disebabkan terdakwa menggunakan paspor atas nama Muhammad Ricky Ardhan," katanya.

Sementara itu, Kuasa hukum terdakwa, Achmad Michdan, menyatakan JPU jelas-jelas tidak yakin atas dakwaannya karena hanya berdasarkan email yang tidak jelas.

"Bagaimana email bisa dianalisis untuk mengaitkan tindak pidana terorisme," (R021/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010