Jakarta (ANTARA News) - Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dijadwalkan akan memeriksa 23 saksi dugaan mark up tiket perjalanan diplomat pada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) periode 2006-2009 pada Selasa (2/3) besok.

"Selasa (2/3) besok ada pemeriksaan saksi kasus tiket perjalanan diplomat," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Senin.

Sementara itu, Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus, Arminsyah, menyatakan, awalnya pihaknya akan memanggil 16 saksi kemudian ada penambahan tujuh saksi kembali. "Hingga total yang akan diperiksa sebanyak 23 saksi," katanya.

Ia mengakui dari ketujuh saksi yang akan diperiksa itu, ada nama Kepala Biro (Kabiro) Keuangan Kemlu dan Kabiro Kepegawaian Kemlu. "Surat pemanggilannya sudah kami kirimkan kepada mereka," katanya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Didiek Darmanto menyatakan, penyidikan atas kasus tersebut bermula dari adanya laporan masyarakat mengenai dugaan adanya penyimpangan dalam realisasi DIPA 2009 Deplu khususnya biaya perjalanan dinas untuk mutasi/penarikan diplomat sebesar Rp100 miliar.

"Yaitu dilakukan dengan cara me-mark up refund (penguangan kembali) tiket yang diduga dilakukan sejak tahun 2000. Dugaan tersebut didasarkan pada pengelolaan pembiayaan refund tiket yang sudah dilakukan sejak tahun 2000," katanya.

Ia mengatakan, rekapitulasi bulan Juni sampai dengan Desember 2009 terhadap empat travel, ditemukan 120 dokumen senilai 650,855 dollar AS atau Rp6,37 miliar, yang pertanggungjawabannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Kemlu tanggal 4 Februari 2010, negara mengalami kerugian tahun 2008 dan 2009 sebesar Rp21,5 miliar," katanya.

Sebelumnya, ICW melaporkan dugaan korupsi biaya perjalanan pejabat Kemlu dengan potensi kerugian negara sebesar Rp6,05 miliar.

Penggelembungan biaya perjalanan itu dilakukan ketika para pejabat mengklaim biaya tersebut.

Salah satu cara penggelembungan adalah dengan menggunakan " invoice" kosong yang diberikan oleh pihak rekanan. Dengan demikian, para pejabat bisa dengan leluasa menentukan harga tiket. (ANT/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010