Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) mengancam akan mengajukan gugatan "legal standing" kepada pemerintah provinsi setempat dalam bulan ini karena menilai tidak mampu menyikapi dan menanggulangi bencana alam yang melanda warga daerah ini.

Kepala Divisi Pengembangan Sumberdaya Organisasi WALHI Sumsel, Hadi Jatmiko, mendampingi Direktur Eksekutifnya, Anwar Sadat, di Palembang, Senin malam, mengatakan, akibat dari bencana alam banjir yang melanda warga Sumsel pada sedikitnya delapan kabupaten/ kota di daerah itu cukup memprihatinkan.

Ia menyebutkan, kerugian yang dialami oleh warga sangat besar, antara lain sebanyak 11.600 hektare (ha) lahan pertanian warga terendam banjir dan 4.000 ha dipastikan mengalami gagal panen (puso).

Kerugian belum termasuk rumah warga yang terendam banjir, dengan klasifikasi kurang lebih 2.000 rumah yang terendam total berlokasi di Kabupaten Musi Rawas (Mura), Musi Banyuasin (Muba), Ogan Ilir (OI), dan Ogan Komering Ilir (OKI), serta berkisar 10 ribu rumah warga terendam dari 30 centimeter (cm) hingga satu meter lebih di sejumlah wilayah mengalami banjir itu.

Menurut dia, pemerintah di daerah itu tidak mampu menyikapi persoalan yang dihadapi oleh warga akibat genangan banjir tersebut.

Dia menilai, pemda setempat tidak bisa berbuat apa-apa atas bencana alam yang terjadi di daerah itu, antara lain akibat perilaku buruk terhadap lingkungan hidup, seperti penebangan liar, alihfungsi lahan, serta perubahan fungsi rawa yang berfungsi sebagai kawasan penyerapan untuk permukiman, perkantoran dan kepentingan bisnis.

Hadi menambahkan, banjir yang melanda di sejumlah daerah itu juga telah mengakibatkan enam orang meninggal dunia, dan warga korban banjir umumnya mulai diserang penyakit diare, gatal-gatal dan juga infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

Karena alasan itulah, WALHI Sumsel menyiapkan butir-butir penting yang mereka cantumkan dalam pengajuan gugatan "legal standing" tersebut, yaitu berkaitan dengan lingkungan hidup, hak asasi manusia (HAM), dan tanggap bencana.

WALHI Sumsel menilai, pemerintah telah lalai dan harus bertanggung jawab atas bencana banjir yang melanda warganya itu.

Secara terpisah Nachung, Sekjen Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Sumsel, menentang sikap Gubernur Sumsel, H Alex Noerdin, dengan menganggap banjir yang melanda di Kabupaten Mura merupakan tanggung jawab Pemprov Bengkulu.

"Seharusnya Pemprov Sumsel dan Gubernur berpikir bila persoalan banjir diakibatkan marak penggundulan hutan di daerah itu, belum lagi pengalihfungsian lahan gambut menjadi lahan perkebunan dan sistem penataan kota yang tidak beraturan," kata dia lagi.

Menurut dia, tidak tepat menyalahkan pihak lain sebagai penyebab kebanjiran yang menenggelamkan puluhan ribu lahan dan rumah warga tersebut.

Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah sikap dan tindakan mengantisipasi terjadi banjir.

"Kalaupun tidak dapat dihindari, semestinya diambil langkah bagaimana mengambil tindakan cepat untuk pengevakuasian korban banjir, bukan malah mencari siapa yang bertanggung jawab. Ini menunjukkan buruknya sistem pemerintah kita," kata dia lagi. (B014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010