Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap kasus Bank Century yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami ajukan praperadilan karena kami anggap penanganan kasus ini berlarut-larut," kata Kordinator MAKI, Boyamin Saiman ketika ditemui di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Boyamin menjelaskan, MAKI sebenarnya sudah mengajukan praperadilan untuk kasus yang sama tujuh bulan yang lalu.

Namun, sampai saat ini, status penanganan kasus Bank Century masih dalam tahap penyelidikan.

Menurut Boyamin, penyelidikan yang berlarut-larut itu patut diduga sebagai upaya untuk tidak meningkatkan penanganan kasus ke tahap penyidikan bersamaan dengan penetapan tersangka.

Berdasarkan Undang-undang, KPK tidak bisa menghentikan penanganan kasus dalam tahap penyidikan.

"Bahwa berlarut-larutnya penanganan perkara tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan maka dapat dinilai sebagai itikad buruk dalam penegakan hukum, sehingga hakim dalam mengisi kekosongan hukum menyatakan sebagai bentuk penghentian penyidikan atau penuntutan," kata Boyamin.

Boyamin mencontohkan, kasus seperti itu pernah diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo Jawa Tengah dan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Lampung.

Praperadilan MAKI itu didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan telah diterima dengan nomor registrasi perkara 10/Pid.Prap/2010/PN.Jkt.Sel tertanggal 1 Maret 2010.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan repo aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas. Namun, menurut audit Badan Pemerisa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada saat permohonan itu diajukan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century adalah 2,35 persen. Padahal, peraturan BI nomor 10/26/PBI/2008 menyatakan sebuah bank harus memiliki CAR minimal delapan persen untuk mengajukan permohonan pendanaan.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI tersebut sehingga bank yang memiliki CAR positif bisa mengajukan permohonan. Padahal menurut BPK, saat itu hanya Bank Century yang rasio keucukupan modalnya di bawah delapan persen.

Namun demikian, BI tetap mencairkan FPJP kepada Bank Century secara bertahap sejak 14-18 November 2008 hingga mencapai Rp689 miliar

Pada bulan yang sama, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.

Pengucuran dana LPS itu bermula pada 20 November 2008, ketika BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui surat rahasia nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008.

Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008 dini hari. Rapat dimulai pukul 00.11 WIB dan dilanjutkan dengan rapat tertutup pada pukul 04.00 WIB sampai 06.00 WIB.

Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, dan dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menyetujui aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

BPK berkesimpulan, BI tidak memberikan data mutakhir mengenai kondisi Bank Century sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari semula sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.

Meski sudah menerima bantuan dari LPS, sejumlah nasabah Bank Century mengaku belum bisa menarik dana simpanan mereka. (F008/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010