Jakarta (ANTARA News) - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memahami penetapan hukum haram pada aktifitas merokok yang ditetapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Senin (8/3).

"Pada prinsipnya dalam metode penetapan hukum Islam ada kesepakatan bahwa hal yang membahayakan harus dihindari. Dalam hal merokok, jika memang bahayanya pasti bagi seseorang maka haram dalam rangka melindungi diri dan menghindari bahaya," kata Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Selasa.

Hanya saja, lanjut Niam, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang diselenggarakan di Padang Panjang pada 2009 menetapkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum merokok, antara makruh dan haram.

"Para ulama peserta Ijtima Ulama waktu itu sepakat bahwa merokok tidak mubah, juga sepakat bahwa merokok ada unsur bahayanya meski ada manfaatnya. Nah, kadar bahaya dan manfaat ini harus ditimbang secara proporsional," katanya.

Ia menjelaskan, ada yang menegaskan bahwa bahaya merokok adalah pasti sehingga hukumnya haram, namun ada pula yang berpendapat bahwa bahaya merokok bersifat spekulatif dan kondisional sehingga belum cukup dijadikan landasan pengharaman sehingga hukumnya makruh.

"Di samping ada pertimbangan fakta sosial ekonomi," kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta tersebut.

Namun, lanjut Niam, merokok diharamkan bagi orang yang secara nyata akan terkena bahaya karenanya, seperti bagi anak-anak dan bagi wanita hamil, serta merokok di tempat umum.

"Merokok bagi wanita hamil secara medis akan membahayakan janin, dan ini berpotensi mengganggu kesehatan janin, untuk itu diharamkan. Demikian juga merokok di tempat umum yang mengganggu dan membahayakan orang lain," katanya.

Oleh karena itu, Niam meminta pemerintah segera menerapkan aturan yang tegas untuk pembatasan aktifitas merokok, termasuk pembatasan produksi rokok.

"Namun kebijakan ini juga harus disertai dengan insentif bagi petani tembakau untuk mengalihkan tanamannya ke jenis tanaman yang lebih produktif. Hal ini untuk melindungi petani," katanya. (S024/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010