Bangkok (ANTARA News) - Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah bergerak menuju rumah Perdana Menteri (PM) Thailand pada hari Rabu, dalam protes yang sudah berlangsung selama empat hari untuk memaksa PM mempercepat pemilu. Rumah Abhisit Vejjajiva itu telah dijaga ketat oleh aparat.

Meskipun sedang bergolak, saham di Thailand melonjak tinggi dan mata uang bath mencapai puncaknya dalam 21 bulan terakhir. Investor percaya diri karena unjuk rasa berlangsung aman dan PM Abhisit Vejjajiva dipandang mampu melewati krisis tersebut.

Ahli ekonomi mengatakan bank sentral kemungkinan akan mengumumkan naiknya tingkat suku bunga, yang tadinya bisa saja tertunda oleh kerusuhan. Tolok ukurnya obligasi selama lima tahun jatuh dua angka ke 3.53 persen seiring harga-harga naik.

"Masalah politik tidak separah yang diperkirakan, "kata Charoenmetachai Chakkrit, analis pada Globlex Securities. Dia menambahkan bahwa investasi asing akan terus mengalir ke aset Thailand jika protes itu tidak berakhir dengan kekerasan.

Para pengunjuk rasa mengenakan kaos merah yang menjadi ciri khas mereka. Mereka membunyikan klakson, menyanyikan lagu-lagu rakyat, dan mengibarkan bendera merah.

Pengunjuk rasa yang mengendarai sepeda motor dan truk bak terbuka berjalan pelan menuju rumah Abhisit. Rencananya mereka akan mengguyur rumah Abhisit yang terletak di pemukiman mewah itu dengan darah hasil donor.

Para pengunjuk rasa yang merupakan pendukung perdana menteri terguling Thaksin Shinawatra mengatakan, aksi mengguyur darah itu adalah "simbol pengorbanan untuk demokrasi", setelah tuntutan adanya Pemilu ditolak.

Analis politik mengatakan bentrokan kekerasan masih mungkin terjadi. Tetapi, kemungkinannya makin kecil. Abhisit tidak tinggal di rumah sejak Jumat dan telah berlindung di pangkalan militer.

Pada hari Selasa, pengunjuk rasa menuangkan darah mereka sendiri yang disimpan dalam botol. Kira-kira satu sendok teh dari masing-masing pemrotes, di luar kantor Abhisit dan kemudian di markas besar Partai Demokrat.

Pengguyuran darah diikuti ritual yang tidak lazim, oleh seorang imam yang mengenakan pakaian putih untuk mengutuk PM.

Tidak Yakin Kami Akan Menang

Beberapa pengunjuk rasa sudah menunjukkan tanda-tanda kelelahan, setelah beberapa hari tinggal di jalanan Bangkok dibawah terpaan sinar matahari.

Sebanyak 150.000 demonstran yang berkumpul pada Minggu malam, banyak yang sudah pergi. Polisi mengatakan sekitar 40.000 demonstran tetap bertahan pada hari Rabu. Jumlah yang masih relatif besar dibandingkan dengan unjuk rasa sebelumnya.

Meskipun selama berhari-hari diberi retorika berapi-api mengenai bagaimana para pengunjuk rasa yang terutama di pedesaan telah terpinggirkan oleh militer, elit perkotaan dan pendukung raja. Beberapa menyatakan frustrasi mengenai kurangnya dampak unjuk rasa dan arah yang jelas.

"Saya masih tetap pergi setiap malam, tetapi saya tidak yakin kita akan menang kali ini. Terutama tanpa pertumpahan darah yang nyata, "kata Pitaya
Boonkum, seorang sopir taksi Bangkok yang berasal dari timur laut provinsi Roi-et. Sebagaimana dikutip dari Reuters.

Pemimpin unjuk rasa, memuji aksi besar dukungan sebagai kemenangan bagi gerakan mereka. "Kami telah memasang konsep perbedaan kelas dan standar ganda ke pikiran publik," kata Tojirakarn Weng, seorang pemimpin protes.

Rani Musikapong, pemimpin protes yang lain, mengatakan kelompok ini sedang mempertimbangkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. "Pertimbangan besar kami adalah rakyat. Tujuan kami menggulingkan pemerintah dan kaum elit akan dicapai secara damai walau itu membutuhkan waktu lama," kata Rani.

Thaksin digulingkan dalam kudeta militer di2006 dan kemudian dijatuhi hukuman in absentia dengan dua tahun penjara untuk kasus korupsi. Dia melarikan diri ke pengasingan sebelum hukuman berakhir. Dia lebih banyak tinggal di Dubai, tetapi kini diduga berada di Eropa.

Analis mengatakan penurunan jumlah pengunjuk rasa, memaksa para pemimpin untuk mulai mencari cara untuk mengakhiri unjuk rasa.

"Sulit untuk mereka. Mereka harus melakukannya dengan cara yang tidak membuat malu para pemimpin dan mengecewakan peserta karena yang dapat merusak kredibilitas mereka di antara pendukung mereka sendiri, "kata ilmuwan politik Somjai Phagaphasvivat.

Menurut Somjai dalam jangka panjang, (menjaga unjuk rasa damai) membantu citra mereka, terutama di kalangan masyarakat yang setuju dengan perjuangan mereka tetapi enggan untuk bergabung karena mereka tidak mendukung Thaksin dan tidak setuju dengan kekerasan. (ENY/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010