Padang (ANTARA News) - Produksi kelinci di Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), dipasarkan ke Pekanbaru (Riau), Jambi dan Bengkulu.

Kelinci yang banyak permintaan dari pedagang di pasar Sumatra itu dari jenis Australi dan Anggora karena untuk pedaging, kata Ketua Kelompok Pakan Kamis Sepakat, Sungai Nanam Kabupaten Solok, Sumbar, Harmen Reyose, di Solok, Rabu.

Permintaan ternak kelinci asal Kecamatan Lembah Gumanti ke Pekanbaru mencapai 2000 ekor/bulan, pasar Jambi sebanyak 2000 ekor/bulan, dan Bengkulu rata-rata 500 ekor/bulannya.

Permintaan dari pasar tiga provinsi itu, katanya, bukan sekedar untuk pedaging tetapi juga sebagai ternak peliharaan --jenis kelinci lokal.

Ia menjelaskan, harga jual kelinci jenis Australi dan Anggora di petani mencapai Rp35.000/ekor yang khusus pedaging, sedangkan untuk kelinci peliharaan dari jenis lokal Rp18.000/ekor yang berumur sebulan.

Sementara itu, kelinci calon induk jenis lokal berkisar Rp100 ribu-Rp200 ribu/ekor, sedangkan calon induk jenis Anggora mencapai Rp700 ribu/ekornya, tetapi permintaan terbatas.

Harmen menjelaskan, usaha berternak kelinci sudah dimulai petani, baik perorang maupun berkelompok, sejak 2005 dan sampai sekarang jumlahnya mencapai 1100 orang peternak dengan populasi terbanyak di Alahan Panjang.

Petani kelinci lainnya, Gusfardi, menuturkan, berternak kelinci selain bisa dijual, kotorannya bisa dijadikan pupuk tanaman, seperti cabe, lombak dan kentang serta lainnya.

Selain itu, sisa produksi tanaman yang rusak saat panen bisa dijadikan pakan kelinci dan tidak terbuang begitu saja. Bahkan, bisa dikembangkan menjadi pupuk organik dengan dicampurkan kotoran kelinci.

"Karena ada pedagang yang datang membeli produksi, petani makin semangat mengembangkan ternak kelinci. Bisa menambah pendapat meskipun tidak signifikan," kata petani 50-an ini.

Koordinator Penyuluh Kecamatan Lembah Gumanti, Asmendri, mengatakan, usaha berternak kelinci sudah mulai memberi peningkatan pendapatan petani.

Ia menjelaskan, awalnya bibit kelinci yang dikembangkan petani di Kecamatan Lembah Gumanti didatangkan dari Bandung dan Sungai Penuh Kabupaten Kerinci, Jambi.

Kini kotoran kelinci yang dikembangkan petani sudah dijadikan pupuk organik untuk tanaman holtikultura sehingga bisa mengurangi pemakaian pupuk kimia sekitar 30 persen.

Asmendri menyebutkan, dari seekor kelinci menghasilkan kotoran 50 gram/minggu dan urinnya sampai satu liter/minggu.

Pola yang dilakukan petani ada yang menyemprotkan langsung urin ke pangkal tanaman dan ada diolah dengan sisa produksi pertanian.

"Sekarang minimal petani memelihara 30 ekor induk/kepala keluarga. Rata-rata seekor kelinci melahirkan enam sampai sembilan ekor/45 hari," katanya. (SA/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010