Bojonegoro (ANTARA News) - Imbalan jasa pengambilan minyak mentah (crude oil) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, masih menunggu izin yang dikeluarkan Menteri ESDM (energi sumber daya mineral).

"Pelaksanaan kerja sama KUD di Bojonegoro dengan investor masih menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur," kata Kepala Administrasi Perekonomian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Abdul Rochim, menjawab pertanyaan dalam dengar pendapat dengan komisi B DPRD, Senin.

Dia menjelaskan, dalam mengelola sumur minyak tua peninggalan Belanda di Desa Wonocolo, Hargomulyo dan Beji, Kecamatan Kedewan, masih harus melalui proses panjang.

Mulai rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur, hingga mendapatkan izin secara resmi dari Menteri ESDM.

Menurut dia, dalam mengelola lapangan minyak tua di Bojonegoro, baru ada satu investor yakni PT Trifika Bangun Energie (TBE) dan KUD Sumber Pangan di Kecamatan Kedewan, rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur diperkirakan pekan depan turun.

Sementara ini, masuknya investor PT Phonix yang direncanakan bekerja sama dengan KUD Usaha Jaya Bersama (UJB), permohonan rekomendasi masih belum diajukan kepada Gubernur Jawa Timur.

"Prosesnya masih panjang," paparnya.

Karena itu, lanjutnya, pihaknya masih belum bisa menjelaskan besarnya imbalan jasa pengambilan minyak mentah di wilayah setempat. Alasannya, setelah izin resmi dari Menteri ESDM turun, baru dibahas besarnya pengambilan minyah mentah yang harus dibayar Pertamina.

"Kalau dari rencana yang ada besarnya mulai Rp1.200,00 hingga Rp1.800,00 per liter," katanya menambahkan.

Berdasarkan data, jumlah sumur minyak mentah di tiga desa di Kecamatan Kedewan tersebut sebanyak 222 unit. Karena masalah besarnya imbalan jasa, sejak Oktober 2006 para penambang tidak lagi menyetorkan produksi minyak mentahnya kepada Pertamina Cepu, Jawa Tengah.

Para penambang bekerja sama dengan pihak luar, menyuling secara tradisional produksi minyak mentah dan dijual ke berbagai daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dalam bentuk solar.

"Bagaiamanapun juga yang dilakukan para penambang tersebut termasuk ilegal," tutur Rochim.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Budi Irawanto menyatakan, pemkab harus mengambil langkah-langkah cepat, supaya pengelolaan ladang minyak mentah di Bojonegoro tersebut bisa ditangani secara normal.

"Kalau berlarut-larut, masyarakat Bojonegoro yang dirugikan, karena tidak pemasukkan untuk pendapatan asli daerah (PAD)," ujarnya menambahkan.
(T.KR-SAS/C004/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010